Semeru Masih Siaga, Masyarakat Diimbau Tak Beraktivitas di Radius 5 km dari Kawah

Semeru Masih Siaga, Masyarakat Diimbau Tak Beraktivitas di Radius 5 km dari Kawah

TerasJatim.com, Lumajang – Gunung Semeru masih ditetapkan pada level III atau SIAGA. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi baik secara visual, instrumental, maupun potensi ancaman bahayanya.

Oleh karenanya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau masyarakat agar tidak beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah atau puncak Gunung Semeru, karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).

Kepala PVMBG, Hendra Gunawan, melalui surat terkait evaluasi Gunungapi Semeru, pada Jumat (06/01/2023), menyampaikan, pada aktivitas level SIAGA, masyarakat, pengunjung atau wisatawan, diharapkan tidak melakukan aktivitas apapun di sektor Tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, atau sejauh 13 km dari puncak atau pusat erupsi.

Sementara di luar jarak tersebut, masyarakat juga dilarang melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.

“Waspadai potensi Awan Panas Guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru. Hal ini terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat, serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dan Besuk Kobokan,” kata Hendra dalam suratnya.

Saat ini, berdasarkan pengataman secara visual, Gunung Semeru terlihat jelas hingga tertutup kabut. Namun saat gunung api terlihat jelas, asap kawah tidak teramati. Sedangkan pada saat cuaca cerah hingga hujan, angin berhembus lemah hingga sedang yang bertiup ke arah Utara, Timur Laut, Selatan dan Barat Daya. Sementara suhu udara berkisar 20-28 derajat celsius.

Secara visual letusan dan guguran lava yang terjadi tidak teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut, namun terkadang terdenganr suara gemuruh, dan dentuman pada saat terjadi letusan.

Sedangkan untuk pengamatan secara instrumental, jumlah dan jenis gempa yang terekam masih didominasi oleh jenis gempa permukaan seperti Gempa Letusan, dan Gempa Hembusan. Selama periode 26 Desember 2022 – 1 Januari 2023, terjadi 562 kali gempa letusan/erupsi, 8 kali gempa guguran, 24 kali gempa hembusan, 2 kali harmonik, 5 kali gempa vulkanik dalam, 26 kali gempa tektonik jauh dan 1 kali getaran banjir.

Dijelaskan Hendra, data pemantauan Tiltmeter periode 1 Januari 2022 hingga 1 Januari 2023 pada stasiun tiltmeter Argosuko secara berfluktuatif kembali menunjukkan pola deflasi diakhiri peiode pemantauan. Sementara pada stasiun tiltmeter Jawar, secara berfluktuatif menunjukkan pola inflasi. Hal ini menunjukkan adanya perpindahan tekanan pada tubuh Gunung Semeru seiring proses pergerakan fluida (batuan, gas, cairan) dari bagian dalam ke permukaan yang lebih dangal masih berlangsung bersamaan dengan keluarnya material (erupsi dan hembusan).

Evaluasi Semeru

Lebih lanjut dikatakan Hendra, berdasarkan evaluasi PVMBG, pada periode 26 Desember – 1 Januari 2023, aktivitas erupsi dan guguran lava masih terjadi, namun secara visual tidak teramati karena terkendala dengan cuaca yang berkabut.

Dalam periode ini, gempa letusan masih didominasi, diikuti gempa guguran dan gempa hembusan. Sementara gempa vulkanik dalam dan gempa harmonik yang masih terekam mengindikasikan masih adanya suply di bawah permukaan Gunung Semeru bersamaan dengan pelepasan material hasil letusan di sekitar kawah Jonggring Seloko.

Pemantauan deformasi dengan peralatan Tiltmeter pada periode ini masih berfluktuasi, namun di akhir periode pengamatan menunjukkan pola kecenderungan deflasi pada tubuh Gunung semeru dan iflasi di sekitar puncak yang ebrkolerasi dengam adanya perpindahan tekanan dari dalam tubuh gunungapi ke permukaan bersamaan dengan keluarnya material saat terjadi erupsi dan hembusan.

Sementara kejadian getaran banjir yang teramati dalam periode ini, mengindikasikan masih tingginya kejadian lahar di aliran sungai yang berhulu di Gunung Semeru terutama yang mengarah ke aliran BEsuk Konokan.

Terkait potensi bahaya, akumulasi material hasil erupsi (letusan dan aliran lava) maupun pembentukan scoria cones, berpotensi menjadi guguran lava pijar atau pun awan panas guguran. Material guguran lava dan atau awan panas yang sudah terendapkan di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru, berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan air hujan. Selain itu, interaksi endapan material guguran lava atau awan panas guguran yang bersuhu tinggi dengan air sungai akan berpotensi terjadinya erupsi sekunder. (Jnr/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim