Revisi UU KPK Ditunda

Revisi UU KPK Ditunda

TerasJatim.com – Penolakan terhadap revisi undang-undang (UU) KPK semakin masif. Sejumlah lapisan masyarakat meminta DPR menghentikan upayanya dalam merevisi UU komisi antirasuah itu, yang hingga kini masih dianggap publik berisi poin yang justru melemahkan eksistensi KPK.

Setelah rombongan LSM, kalangan mahasiswa dan cendekiawan kampus, yang terbaru datang dari Ketua KPK Agus Raharjo sendiri. Bahkan dengan lantang, Agus mengancam akan mundur jika para legislator di Senayan tetap ngotot melakukan revisi.

Sejak awal, pro kontra telah terjadi di kalangan masyarakat berkaitan dengan rencana revisi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Sebagian kalangan menilai bahwa revisi Undang-undang KPK justru akan memperlemah peran dan fungsi KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara pihak yang lain berpendapat, revisi tersebut justru akan memperkuat peran dan fungsi KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal yang sangat krusial dalam usulan revisi Undang-undang KPK adalah terkait dengan existensi KPK dan wewenang KPK.

Awalnya, dalam draft revisi tersebut dicantumkan beberapa hal terkait dengan materi perubahan Undang-undang KPK, yaitu tentang keberadaan KPK yang hanya dibatasi 12 tahun, penyadapan harus dengan ijin pengadilan, KPK diberikan hak untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), KPK hanya boleh menangani kasus dengan kerugian negara di atas 50 milyar, dan perlunya dibentuk lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK.

Namun sejalan dengan perjalanan waktu, saat ini yang beredar di masyarakat adalah 4 poin revisi UU KPK yaitu,  pembentukan dewan pengawas KPK, penambahan kewenangan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pengaturan tentang penyadapan, dan kewenangan bagi KPK untuk mengangkat penyidik sendiri.

Seiring pembahasan di parlemen, suara penolakan terhadap revisi UU KPK itu semakin kuat. Pimpinan KPK, mantan pimpinan KPK, dan aktivis korupsi menyuarakan dengan lantang bahwa draf yang ada justru dianggap sangat melemahkan KPK.

Sementara itu, di DPR, sebelum kesepakatan Presiden Jokowi dan DPR hari ini dibuat, hanya tiga partai politik yang menolak revisi UU KPK. Ketiga partai itu adalah Gerindra, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sementara Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi Hanura tetap menginginkan adanya revisi terhadap UU KPK.

Hari ini (Senin pagi, 22/02), Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dikabarkan bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo. Pertemuan tertutup itu digelar di Istana Merdeka. Agus mengatakan,  pertemuan dengan Jokowi dilakukan dalam rangka konsultasi mengenai undang-undang tentang KPK. Setelah agenda itulah, siangnya Jokowi bertemu dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Namun sebelumnya, Jokowi terus-menerus mengatakan esensi revisi UU KPK haruslah memperkuat lembaga KPK dan memperkuat pemberantasan korupsi. Bahkan, Staf Khusus Presiden Johan Budi yang juga mantan Plt pimpinan KPK itu menyebutkan, jika draf revisi RUU KPK nantinya tidak memperkuat KPK, maka dengan jelas presiden tidak akan mau membahas UU itu.

Nah, kini setelah mengadakan pertemuan konsultasi dengan pimpinan DPR, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya bersikap soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Presiden menyatakan, jika dirinya bersama DPR sepakat untuk menunda pembahasan revisi UU KPK. Hal ini dipengaruhi adanya sebuah sikap  apresiasi atas  proses dinamika politik yang ada di DPR, termasuk besarnya aksi penolakan dari publik dalam rancangan revisi UU KPK.

Mengenai rencana revisi UU KPK tersebut, pemerintah bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, Jokowi menganggap rencana revisi UU KPK perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi terhadap masyarakat.

Yang pasti hingga saat ini, revisi UU KPK bukan dibatalkan tapi hanya sekedar “didinginkan”.

Kini, untuk beberapa saat dan waktu ke depan, semua pihak baik induk parpol dan DPR harusnya memulai langkah baru untuk kembali dari awal bertanya dan berdialog dengan nuraninya, sejauh mana urgensinya UU KPK harus direvisi.

Paling tidak, siapapun yang mempunyai syahwat untuk merevisi UU KPK, alangkah baiknya mengajak serta masyarakat luas untuk membedah dan berdiskusi tentang apa yang selama ini menjadi polemik dalam rencana revisi UU KPK ini.

Selain itu, senyampang masih ada waktu untuk menata pikiran dan hati yang jernih, parpol dan DPR bisa mengembalikan “kedekatan” mereka dengan rakyatnya yang selama ini telah pudar.

(Redaksi TJ diolah dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim