Sejumlah Kalangan di Lamongan Tolak Raperda RTRW

Sejumlah Kalangan di Lamongan Tolak Raperda RTRW

TerasJatim.com, Lamongan – Berbagai kritikan disampaikan oleh sejumlah kalangan terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Lamongan tahun 2020-2040.

Hal itu disampaikan saat diskusi membahas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang digelar oleh DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kabupaten Lamongan di jalan Kusuma Bangsa Lmongan dengan mengundang sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non-Goverment Organization (NGO) dan Organisasi Kepemudaan (OKP) Kabupaten Lamongan.

Menurut salah satu anggota perwakilan Jaring Aspirasi Masyarakat (Jamal), Nur Salim, Raperda RTRW tersebut terkesan terburu-buru dan ada kepentingan besar dari sekelompok kecil pengusaha maupun investor yang akan membuka industri di wilayah Kabupaten Lamongan, serta tidak menguntungkan bagi masyarakat Lamongan.

Ia juga berpandangan jika aturan tersebut belum diperlukan untuk saat ini. “Jangan sampai dengan meloloskan raperda ini demi kepentingan pengusaha kelas kakap dengan membuka kran besar untuk sektor industri besar. Namun akan membawa dampak buruk bagi masyarakat Lamongan itu sendiri,” ujar Nur Salim, kepada TerasJatim.com, Senin (13/07/20).

Dia menambahkan, dalam forum itu pihaknya berpesan pada Fraksi PDI-P Lamongan agar pembahasan Raperda RTRW yang rencananya akan dibahas pada 23 Juli mendatang di legislatif agar ditunda.

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh perwakilan dari LSM Kompak, Amanu. Ia mengatakan, jika Raperda RTRW ini sampai lolos dan menjadi Perda, maka akan dinilai merupakan kecelakaan untuk warga Lamongan. “Harusnya kalau mau membuka daerah industri skala besar, ya dilokalisir saja di satu atau dua dan tiga kecamatan saja. Jangan dipukul rata, kalau kita membaca raperda ini kan hampir tiap kecamatan ada,” ungkapnya.

“Bagaimana nasib lahan hijau, lahan pertanian, maupun pertambakan yang selama ini menopang ketahanan pangan hingga sudah mampu mengangkat nama Kabupaten Lamongan sebagai lumbung pangan nasional,” lanjutnya.

Sementara dari aspek hukum, praktisi hukum Lamongan, Nihrul Bahi Al Haidar, mengatakan, dengan adanya raperda yang lama, dirinya menilai masih banyak yang tidak sesuai aaturan. Oleh karenanya ia menilai belum diperlukan raperda baru yang notabene lebih luas membuka lahan untuk industri.

“Kita tahulah, gimana itu sepanjang jalan nasional mulai dari Kecamatan Deket sampai Babat, harusnya itukan lahan untuk hijau yang produktif. Tapi lihat faktanya sekarang, banyak berdiri pabrik-pabrik skala besar sepanjang jalan nasional yang melintas di tengah Lamongan,” tuturnya.

Pria yang akrab disapa gus Irul itu juga mempertanyakan terkait bagaimana dengan pendirian Base Transceiver Station (BTS) tower komunikasi yang selama ini diduga melanggar aturan dan perizinan dari zonase dan ketinggian. Pihaknya juga memastikan akan ada gerakan perlawanan apabila raperda ini dipaksakan masuk ke prolegda.

“Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh teman-teman NGO yang lain tadi. Bahwa raperda ini memang ada kesan terburu-buru untuk kepentingan para konglomerat besar yang akan masuk ke Lamongan. Harus dipending untuk semua raperda. Saya juga berharap agar eksekutif bersabar untuk menjaga kondusifitas utamanya dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini dan akan ada pesta rakyat Pilkada 2020,” terangnya. (Def/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim