Revisi Undang-undang Nomor 15/2003, Sedia Payung Sebelum Hujan

Revisi Undang-undang Nomor 15/2003, Sedia Payung Sebelum Hujan
ilustrasi

TerasJatim.com – Wacana revisi undang-undang tentang terorisme sepertinya tidak terelakkan. Kasus teror yang terjadi di Sarinah Jakarta beberapa waktu lalu, rupanya menjadi pijakan bagi semua elemen bangsa untuk lebih serius dalam memandang dampak adanya aksi teror yang selama ini sudah dianggap sebagai musuh bersama.

Para pemimpin lembaga tinggi negara sepaham dengan pemerintah, untuk merevisi Undang-undang (UU) Nomor ‎15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Mereka menilai, undang-undang itu perlu disempurnakan.

Salah satu pasal yang perlu diajukan dalam revisi undang-undang itu adalah mengenai keterlibatan orang yang ikut dalam pelatihan teroris. Mengingat hal tersebut, selama ini pasal untuk menjerat orang yang ikut serta dalam latihan untuk kegiatan teroris belum tersedia pijakannya.

Kemudian dasar hukum untuk menjerat warga Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk bergabung dengan kelompok yang dianggap sebagai penebar teror, seperti halnya ISIS. Hal itu pun selama ini belum ada dasar hukumnya.

Selain itu ada wacana dalam revisi nanti, juga dijelaskan peran serta masing-masing daerah maupun masyarakat seperti apa dalam undang-undang tersebut. Mengingat hingga saat ini, hal tersebut belum tertampung, sehingga ada kesan pemimpin dan masyarakatnya di daerah, kurang terlihat jelas peran dan fungsinya dalam upaya pencegahan terhadap munculnya kelomp[ok teror. Padahal, selama ini banyak ditemukan daerahlah yang digunakan sebagai lahan penyemai tumbuhnya kelompok terorisme di tanah air.

Lebih dari itu banyak publik beranggapan, bahwa ‎hukuman bagi terpidana kasus terorisme sejauh ini dinilai kurang maksimal. Sehingga tidak memberikan efek jera bagi para pelaku. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih banyaknya pelaku teror yang nota bene adalah residivis yang sudah bebas dan keluar dari penjara.

terorisme-ilustrasi

 

Melihat alasan-alasan logis tersebut, publik menilai hal itu adalah langkah positif yang seharusnya dilakukan jika negara ingin merevisi UU tentang terorisme. Dampak aksi dari tindakan teror, bukan saja merusak kehidupan normal keseharian warganya. Namun lebih dari itu, dampak psikologi masyarakat adalah hal yang harus diselamatkan dari sebuah perasaan was-was dan ketakutannya.

Namun, untuk merevisi sebuah undang-undang dibutuhkan waktu yang cukup dan membutuhkan prosedur serta tahapan-tahapan yang harus dilalui. Hal ini dirasa membutuhkan waktu yang cukup lama,

Jika memang undang-undang tersebut membutuhkan revisi, maka harus ada yang berinisiatif dan harus mengajukan perbaikan tentang beberapa pasal yang dianggap penting untuk sebuah revisi. Jika masalah waktu dan tahapan tersebut dipandang lama, serta hal ini merupakan sebuah hal yang dipandang sangat urgent, beberapa pihak menyodorkan solusi kongkret bahwa pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pengganti UU (Perppu).

Bagi publik sendiri, revisi undang-undang ataupun perppu yang nantinya dihasilkan, seharusnya mempunyai manfaat yang jauh lebih besar untuk ketentraman rakyat dalam berkehidupan dan bernegara.

Kekhawatiran tentang kembalinya cara-cara yang represif seperti yang terjadi di masa lalu, selayaknya disikapi dengan arif dan dewasa. Kita memahami kekhawatiran dari pegiat demokrasi dan HAM tersebut.

Namun, dalam sebuah kehidupan yang lebih modern dan demokratis seperti saat ini, publik pasti tidak diam dan senantiasa mengawasi kinerja aparatur dalam menjalankan kaidah UU atau Perppu tentang terorisme tersebut.

Revisi Undang-undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, seharusnya dimaknai dengan positif sebagai niat untuk penguatan keamanan dan ketentraman masyarakat, dan aplikasinya senantiasa dalam koridor menghormati HAM dan demokrasi.

Kita berharap revisi atau perppu tentang terorisme ini, mengedepankan upaya tindakan pencegahan dini. Sebab bagaimanapun juga dari sisi hulu inilah yang dianggap penting, agar supaya aparat negara bisa lebih cepat mendeteksinya.

Untuk mengikuti perkembangan jaman, UU dan peraturan apapun tidak ada yang tidak mungkin untuk terus disempurnakan.

Paling tidak, peribahasa “sedia payung sebelum hujan” layak untuk dipertimbangkan.

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim