Rasionalisasi PNS Akan Dilakukan, Kapan ?

Rasionalisasi PNS Akan Dilakukan, Kapan ?

TerasJatim.com – Terkait isu rencana “Pemberhentian Massal PNS” atau yang biasa disebut dengan Rasionalisasi, hingga kini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), baru sebatas melakukan pengkajian kebijakan.

Yang pasti, semua sepakat bahwa kebijakan rasionalisasi ini memang pada dasarnya harus dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS, mendorong efisiensi belanja APBD/APBN khususnya belanja pegawai, serta menguatkan kapasitas fiskal negara.

Tentu saja publik mendukung kebijakan ini, agar kebutuhan PNS kita sesuai dengan kebutuhan yang rasional.

Wacana Rasionalisasi PNS yang tengah dalam proses pengkajian ini, merupakan konsekuensi dari kebijakan moratorium dalam skema zero growth secara nasional dan negative atau positive growth secara instansional. Namun dipastikan, pengurangannya dilakukan secara terencana dan terukur.

Data sementara dari Kementrian PAN-RB, jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia selama ini dinilai terlalu gemuk, dengan ratio 1,7 persen atau 4,517 juta PNS. Dengan jumlah 4,517 juta orang, terbesar ‎menduduki jabatan fungsional umum (JFU) sebanyak 1,391 juta orang.

Tak salah jika wacana Rasionalisasi ini layak untuk dikaji guna mendapatkan sesuatu yang bermanfaat pada saat implementasinya nanti. Konon kabarnya, ementerian PAN-RB, telah membuat design rasionalisasi PNS agar ratio PNS bisa turun ke angka 1,5 persen atau 3,5 juta orang. Paling tidak diharapkan dengan cara demikian, belanja pegawai yang menyita 33 persen dana APBN/APBD menjadi berkurang hingga di kisaran 28 persen.

Sebelum keputusan rasionalisasi diberlakukan, Kementrian PAN-RB kini telah melakukan tahapan-tahapan yang seksama, yang dimulai dari penataan SDM aparatur sipil negara (ASN) berupa audit organisasi, pemetaaan kuadran meliputi kompetensi, kualifikasi, dan kinerja.

Kemudian dari tahap tersebut diharapkan akan diperoleh data utuh berapa sebenarnya kebutuhan SDM baik dari sisi jabatan maupun jumlahnya.

Selain itu hasil dari pemetaan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja, nantinya akan dimasukkan dalam peta kuadran. Peta kuadran ini harus diisi masing-masing Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), karena mereka paling tahu kondisi pegawainya.

Untuk mencegah penilaian yang tidak obyektif, akan digunakan sistem penilaian yang dibuat pusat. Dan saat ini Kementrian PAN-RB tengah mengembangkan rapid assessment untuk pemetaan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja para pegawai.

Model peta kuadran kualifikasi dan kompetensi pegawai ASN yang dimaksud, nantinya PPK akan mengisi, pegawainya masuk kuadran satu, dua, tiga, dan empat.

Kuadran satu artinya ASN-nya kompeten dan kualifikasi sesuai. Kuadran dua, kompeten namun kualifikasi tidak sesuai. Kuadran tiga, tidak kompeten namun kualifikasi sesuai. Kuadran empat, tidak kompeten dan kualifikasi tidak sesuai.

ASN yang masuk kuadran satu tetap dipertahankan. Yang masuk kuadran dua diberikan diklat atau mutasi. Kuadran ketiga diberikan diklat kompetensi dan kuadran empat inilah yang akan terkena kebijakan rasionalisasi, misalnya dengan cara pensiun dini atau akan diberikan pesangon.

Dengan metode seperti ini, diharapkan nantinya pemerintah hanya akan mempertahankan pegawai yang kompeten, qualified, dan berkinerja sesuai dengan kebutuhannya.

Kini, Kementrian PAN-RB, sedang melakukan uji coba dengan sistem Rapid Assessment. Kabarnya sistem ini hanya menggunakan tiga tools yang sederhana yang bisa digunakan sebagai penyaring, yaitu tes aplikasi komputer untuk mengolah dan dan menulis dokumen, tes kemampuan berbahasa dan kemampuan memberikan pelayanan, tes kompetensi ‎teknis sesuai bidang JFU yang akan dipertahankan.

Dengan sistem Rapid Assessment ini, akan diperoleh data pegawai yang tidak disiplin, berkinerja buruk, dan memiliki kualifikasi yang tidak sesuai. PNS yang seperti inilah yang menjadi sasaran rasionalisasi.

Kita berharap, pada akhirnya kebijakan rasionalisasi akan memberikan multiplier effect kepada bangsa dan negara.

Ketika jumlah PNS berkurang, otomatis belanja pegawai juga turun. Belanja pegawai yang tinggi bisa dialihkan pada belanja yang langsung bersentuhan dengan kemanfaatan masyarakat.

Sementara para PNS yang bekerja juga benar-benar mempunyai kompetensi maksimal, sehingga kita akan mempunyai aparatur birokrasi yang jempolan. (Redaksi TJ dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim