Proyek di Lokasi Wisata Pantai Putih Tampora Situbondo Diduga Sarat KKN

Proyek di Lokasi Wisata Pantai Putih Tampora Situbondo Diduga Sarat KKN

TerasJatim.com, Situbondo – Pembagunan insfrastrutur dan fasilitas di lokasi wisata Pantai Putih Tampora, di Desa Kalianget Kecamatan Banyuglugur Kabupaten Situbondo, diduga syarat KKN.

Seperti proyek pembangunan jalan aspal yang merupakan akses menuju ke lokasi wisata Pantai Tampora, yang dikerjakan secara asal-asalan, dan terkesan semau gue ini.

Disinyalir proyek yang menelan anggaran ratusan juta rupiah itu terindikasi merugikan keuangan negara. Di lapangan, pekerjaan pembangunan jalan aspal yang dikerjakan oleh salah satu kontraktor berinisial AR itu tanpa papa nama. Sehingga warga menilai, proyek tersebut merupakan proyek siluman.

“Ini sarat KKN karena proyek aspal dikerjakan tidak transparan dan asal jadi. Pasalnya, proyek yang umurnya baru seumur jagung itu sudah rusak,” kata Eko Febriyanto, selaku ketua LSM Siti Jenar Situbondo, Senin (15/10).

Eko menambahkan, pelaksanaan pembangunan jalan aspal yang bersumber dari APBD tahun 2018 itu seharusnya tidak melanggar aturan bahwa setiap proyek tanpa papan nama informasi proyek, merupakan sebuah ‘pelanggaran’ karena tidak sesuai dengan Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres nomor 54 tahun 2010, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Jelas kan proyek ini tanpa papan nama sudah melanggar Perpres dan undang-undang,” tandas Eko.

Parahnya lagi, laniut Eko, karena kondisi jalan yang sudah hancur, proyek jalan ini tidak bisa dinikmati masyarakat untuk memacu perputaran roda ekonomi sebagi penopang pembangunan destinasi wisata Tampora.

Eko juga mengatakan, proyek jalan di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Situbondo dianggap minim kajian dan evaluasi dalam perencanaannya, sehingga proyek ini diduga dikerjakan asal jadi.

“Di sinilah dugaan adanya permainan dalam proyek tersebut. Kami mengira karena minim dari sorotan publik dan pihak kontraktor harus bertanggung jawab,” ungkap Eko.

Selan itu Eko juga mempersoalkan masalah pembangunan sumur bor yang menyerap anggaran mencapai ratusan juta rupiah, yang hingga kini tak jelas pemanfaatannya. Karena proyek sumur bor dengan anggaran sekitar Rp700 juta lebih itu tak berfungsi dan mubazir.

“Kami sudah mengumpulkan baket (bahan keterangan) untuk laporan resmi,” ujar Eko.

Eko berharap, nantinya aparat penegak hukum dapat bertindak tegas terhadap sejumlah proyek yang diduga melanggar aturan. “Dalam hal ini, kami berharap KPK turun untuk memeriksanya dan menindak tegas,” urai Eko

Dari semua data yang berhasil di kantongi, Eko berjanji akan melaporkan indikasi kejanggalan sejumlah proyek insfrastruktur wisata Tampora.

Sementara sejumlah warga sekitar yang ditemui TerasJatim.com menuturkan, dari perencanaan proyek pengembangan wisata ini, pihak pemerintah daerah tidak melibatkan masyarakat yang paham akan kultur lokasi, kondisi lapangan dan tokoh yang terlibat dalam babat lahan menuju tempat wisata Pantai Putih.

Sehingga banyak kendala di lapangan dan itu dijadikan alibi oleh kontraktor untuk membela diri mencari pembenaran.

HR, salah satu toko pemuda setempat menerangkan, pemkab tidak perlu membangun pengeboran air di tempat itu. Mestinya  dana tersebut dialokasikan ke pipanisasi karena dari sumber mata air di wisata Tampora berkecukupan.

Selain itu HR menyesalkan dalam sebuah perencanaan insfrastruktur atau fasilitas destinasi wisata Tampora tidak melibatkan stakeholder lainnya. Termasuk proyek pengeboran ini juga tak melibatkan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat.

“Buktinya, sekarang semua fasilitas yang telah dibagun di lokasi wisata Tampora ini tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar HR.

Padahal bisa dikalkulasi biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk anggaran antara bikin sumur bor dengan membangun jaringan pipanisasi. “Bukan hanya irit anggaran, melainkan faktor manfaat dan dampak pada masyarakat sekitar, itu yang  belum jauh  terevaluasi secara matang oleh pemkab,” tegasnya.

Parahnya lagi, sambung HR, kekayaan alam yang merupakan milik Kabupaten Situbondo diekplorasi tidak tepat guna. Hal itu menunjukkan, bahwa proyek ini tidak dievaluasi dengan matang hingga terkesan kurang pro rakyat.

“Kami di sini tidak dilibatkan, hanya jadi penonton saja. Banyak bangunan fisik yang muspro,” pungkas HR. (Edo/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim