Perempuan dan Modernisasi

Perempuan dan Modernisasi

TerasJatim.com – Terpilihnya sejumlah nama perempuan dalam ajang Pilkada Serentak kemarin, menambah warna baru dalam jajaran prestasi perempuan Indonesia.

Bagaimana tidak, wanita yang identik dengan kaum yang dipimpin, kini mampu menunjukkan sayapnya dan berkiprah dalam kancah politik.

Partisipasi politik dari kaum perempuan pun semakin meningkat. Tercatat dalam Pilkada 2018 ini, 8,85% dari total pendaftar calon kepala daerah merupakan perempuan. Jumlah di tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 7%.

Hadirnya figur-figur petinggi perempuan dalam dunia pemerintahan pun menjadi pendongkrak yang cukup kuat bagi kaum wanita di Indonesia. Jajaran menteri negara dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK, 8 diantaranya diisi oleh kaumw anita.

Mulai dari Sri Mulyani (Menteri Keuangan), RiniSoemarno (Menteri BUMN), Siti Nurbaya (Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup), Puan Maharani (Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Nila F Moeloek (Menteri Kesehatan), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial), Yohana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Retno LP Marsuadi (Menteri Luar Negeri) dan yang terakhir adalah Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan).

Nama-nama wanita tersebut kini menjadi primadona publik. Bukan karena identitas mereka sebagai perempuan, namun karena sejumlah program yang mereka buat yang menunjukkan kinerja mereka yang sangat baik dalam dunia pemerintahan.

Menurut data hasil survey oleh Grant Thornon, jumlah perempuan yang menduduki posisi tinggi dalam perusahaan kini pun semakin meningkat. Data ini semakin menunjukkan bahwa eksistensi perempuan kini telah meningkat di mata publik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah perempuan yang menuai kesuksesan dalam dunia karir.

Fakta lain yang lebih mengejutkan ialah, jumlah tersebut belum mengenai seperempat dari jumlah total seluruh perempuan di Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan ialah, bagaimanakah tiga perempat bagian yang lainnya? Jawabannya, sebagian dari mereka jauh masih tertinggal di belakang dengan sejumlah permasalahan dan beban yang menjerat mereka.

Pernikahan di Bawah Umur

Angka pernikahan di bawah umur di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Ironinya, hal ini banyak dialami oleh perempuan Indonesia.

Berbagai alasan muncul sebagai pemicu permasalahan ini. Mulai dari masalah ekonomi keluarga, tradisi daerah, hingga masalah pergaulan di lingkungan sekitar.

Dari berbagai kasus pernikahan di bawah umur, nantinya kaum perempuanlah yang akan dirugikan.

Data BPS menunjukkan seiring bertambahnya angka pernikahan di bawah umur di Indonesia, angka perceraian pun terus meningkat. Dengan meningkatnya kasus perceraian, perempuan-perempuan yang secara usia belum cukup untuk menjalani sebuah pernikahan, berakhir dengan status janda yang dijalaninya. Secara mental, hal ini merupakan beban yang cukup berat bagi mereka.

Tingginya Angka Kematian Ibu

Seakan jauh dari kata pencapaian karir yang gemilang sebagai kaum perempuan, sebagian besar perempuan masih dihantui bayang-bayang kematian dalam proses persalinan.

Angka kematian ibu dalam proses persalinan terasa sangat sulit ditekan. Penyebabnya timbul dari berbagai hal. Mulai dari fasilitas yang tidak terpenuhi selama masa kehamilan dan persalinan, hingga permasalahan lain yang muncul setelah proses persalinan.

Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Ketika kaum perempuan lain mampu menghirup udara kebebasan dan mendapat penghormatan tinggi atas jabatan dan prestasi yang mereka raih, perempuan yang menjadi korban KDRT hanya mampu berharap kapan siksaan yang mereka alami akan berakhir. Jangankan untuk memimpin suatu daerah, mereka bahkan mendapat perlakuan yang jauh dari kata ‘layak’.

Miris bila membandingkan keduahal ini. Di satu sisi, mereka telah berhasil keluar dari zona keterpurukan yang dialami oleh kaum mereka pada zaman dahulu. Mereka telah berhasil menggapai mimpi dan prestasi yang mereka perjuangkan.

Namun, di sisi lain, ada bagian dari mereka yang masih jauh dari kata bebas dan bergerak maju. Bahkan jumlahnya pun jauh lebih besar dibandingkan dengan kaum perempuan yang sudah menuai kata sukses.

Menengok kembali kepada faktor-faktor yang mempengaruhi jauhnya jurang yang memisahkan antara 2 hal tersebut, sangat penting rasanya menangani masalah ini. Baik dari pemerintah serta masyarakat perlu adanya dorongan serta partisipasi dalam mewujudkan cita-cita bangsa dalam hal kesetaraan bagi kaum perempuan.

Seluruh perempuan tentunya berhak dan wajib turut serta untuk menggapai prestasi yang nantinya akan mengubah pola hidup mereka, dan tidak hanya satu atau dua orang saja.

Sebagai langkah pertama, dorongan dari orang sekitar berperan sangat penting dalam membangun mental dan semangat perempuan agar terus maju. Secara psikis, dorongan tersebut mampu memberikan energi positif bagiperempuan.

Dengan begitu, semangat mereka untuk bangkit dari keterpurukan akan merangkak maju untuk berlari dan mengejar cita-cita mereka. Perlahan namun pasti, jumlah yang awalnya hanya seperempat ini akan terus naik dan bertambah besar.

Selain dorongan, perlindungan bagi perempuan sangatlah penting diberikan. Perempuan diciptakan untuk dilindungi, bukan sebaliknya untuk disakiti dan disia-siakan.

Dengan perlindungan, perempuan tidak perlu khawatir akan hal-hal menakutkan yang selalu menghantui mereka dalam melangkah maju. Dengan diwujudkannya kedua hali ni, peran perempuan dalam era modernisasi akan bertambah baik. Serta tidak ditemukan lagi jurang pemisah antara perempuan dari golongan satu dengan golongan yang lain.

Seperti halnya pepatah, keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari kaum perempuannya. Hal ini pun akan berdampak baik bagi negara dan kemaslahatan hidup orang di dalamnya.

Fiella Pramysilia Citra untuk TerasJatim.com

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim