Parah, Tanah Diserobot untuk Penampungan Limbah, SPPT pun Diubah Tanpa Sepengetahuan Pemiliknya

TerasJatim.com, Jombang – Perubahan data pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) milik ke-7 orang korban penyerobotan tanah sawah untuk kolam penampungan pengelolaan limabah B3 (bahan beracun dan berbahaya) di Dusun Murong Santren, Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto, Jombang, yang dilakukan oleh Pemdes Mayangan, PUPR dan DLH Jombang, hingga saat ini belum kelar.
Anehnya, hal itu tanpa sepengetahuan pemiliknya. Bahkan SPPT tersebut telah berubah, padahal para pemilik tanah tidak pernah mengajukan data perubahan SPPT ke Bapenda. Pada SPPT tahun 2024 seluas 1720 m dan pada SPPT tahun 2025 menjadi seluas 1.667 m.
“Padahal tanah tersebut sudah ada yang bersertifikat dan ada yang masih PPAT yang dikeluarkan oleh kantor Kecamatan Jogoroto,” ujar Nur Sholeh dan H Saifulloh, yang termasuk pemilik tanah.
Para korban penyerobotan tanah, Nur Sholeh, Nur Indayati, Tribowo, H Saifulloh Wariman, Tamin dan Mainunah, mengaku mengalami perlakuan verbal dengan sindirian oleh perangkat desa sebelum dan pasca ada pemberitaan di TerasJatim.com.
“Percuma lapor kemana-mana karena semua sudah tak tutupi,” ujar mereka.
Merubah data SPPT tanpa mengetahui pemiliknya termasuk perbuatan melawan hukum. SPPT PBB sendiri berfungsi sebagai dokumen administratif untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang. “Untuk diingat, bahwa Nomor Objek Pajak (NOP) bersifat tetap dan tidak akan berubah dalam waktu yang lama, sementara data subjek pajak (nama pemilik) dapat berubah melalui proses mutasi/balik nama yang sah,” ungkap salah satu korban.
Saat dikonfirmasi TerasJatim.com, salah satu petugas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang, membuka data dalam laptopnya.
Ia mengatakan, bahwa pada tahun 2024 pihak Desa Mayangan telah mengajukan data perubahan luas pada SPPT tersebut. “Kalau masalah pemilik tanah tidak mengajukan perubahan data, pihak Bapenda tidak tahu karena itu urusan desa,” ujarnya.
Sementara, mantan Sekdes Mayangan, Muhajiri, saat didatangi TerasJatim di ruang kerjannya di Kecamatan Jogorot, menjelaskan terkait tanah warga yang diklaim sepihak oleh BBWS. Ia mengatakan, bahwa pihaknya membuat surat jual beli tersebut berdasarkan buku kretek desa/petak blok. “Kalau tidak ada dasar buku tersebut ya tidak berani, kalau sekarang ada klaim dari BBWS ya tidak tahu. Kan di desa ada buku kreteknya,” ungkapnya.
Terpisah, Joko Fatah Rokim, Ketua LSM FRMJ mengatakan, Bapenda harus bertanggungjawab atas adanya perubahan data SPPT tanpa sepengetahuan pemiliknya. “Bapenda tidak boleh cuci tangan tentang masalah ini,” sebut Joko.
Joko menambahkan, pihaknya akan menuntut DLH Jombang, PUPR dan dinas terkait agar bertanggungjawab.
Pihaknya berjanji akan tetap mengawal dan mendampingi ke-7 orang korban penyerobotan tanah untuk melaporkan ke aparat hukum.
“Kami akan membawa kasus ini ke APH atas dugaan penyerobotan tanah dengan memakai dan menguasai tanpa izin sampai mendapat keadilan,” tegasnya.
Untuk diingat, pembangunan IPAL Komunal yang didanai dari CSR PT. PGN senilai Rp.7,7 milyar. Saat itu peletakan batu pertama dilakukan oleh Bupati Warsubi, pada 16 Oktober 2025.
Bupati Jombang Warsubi mengatakan, menyampaikan terima kasih kepada 88 pengusaha tahu dari 3 desa, yakni Mayangan, Ngumpul dan Sumbermulyo, yang telah menghibahkan tanahnya untuk digunakan sebagai IPAL Komunal. (Abu/Kta/Red/TJ)


