Meriahnya Festival Rujak Uleg 2024 di Balai Kota Surabaya
TerasJatim.com, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sukses menggelar Festival Rujak Uleg 2024 di Balai Kota, Minggu, (19/05/2024). Antusiasme masyarakat dari berbagai daerah tidak pernah surut setiap kali festival tahunan ini digelar.
Festival Rujak Uleg 2024 yang mengusung tema ‘The History of Rujak Cingur’ ini juga dihadiri oleh jajaran Forkopimda Kota Surabaya, Perguruan Tinggi hingga tamu delegasi dari berbagai negara. Menariknya, dalam Festival Rujak Uleg hari ini, ada penampilan teatrikal bertema Pasar Suroboyo hingga fashion show busana ‘Akulturasi Budaya Surabaya’.
Dalam fashion show busana itu, ada sekitar 128 peserta yang diikuti oleh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya. Masing-masing peserta memperagakan busana Surabaya European Style, Surabaya Oriental Looks, Surabaya Ampel’s Fusion, dan Surabaya Local Pride.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Wakil Wali Surabaya Kota Armuji, hadir dalam festival Rujak Uleg 2024. Keduanya datang bukan sekadar menjadi tuan rumah, akan tetapi juga sebagai pemeran utama dalam teatrikal Pasar Suroboyo. Tak mau ketinggalan, istri Wali Kota Eri Cahyadi, Rini Indriyani, juga turut menjadi bagian dari teatrikal tersebut.
Menurut Wali Kota, alasan dipilihnya tema ‘The History of Rujak Cingur’ dalam Festival Rujak Uleg 2024. Menurutnya, rujak uleg adalah simbol dari rasa kebersamaan, toleransi, persatuan, kesatuan, dan gotong royong warga Surabaya.
“Tadi kan disampaikan bagaimana cerita teatrikal sedikit, Surabaya diduduki Belanda. Ketika itu, Belanda meminta agar warga pindah dari Kota Surabaya untuk dikuasai. Tetapi, bagaimana warga Surabaya menjadi satu kesatuan mengusir Belanda, dan itu dituangkan di dalam rujak uleg,” ungkap Cak Eri, sapaan akrab Wali Kota Surabaya.
Dia menjelaskan, rujak uleg diibaratkan sebagai Kota Surabaya, yang di dalamnya terdapat berbagai suku, agama, serta lapisan masyarakat menjadi satu bagian. “Seperti rujak uleg, tanpa ada cingur, maka tidak akan terasa. Tanpa ada petis juga akan hambar. Maka dari itu, Surabaya tanpa ada agama Kristen maka terasa hambar, tanpa ada agama Islam juga tidak akan terasa, tanpa ada agama Buddha juga tidak akan terasa. Begitu pula tanpa ada suku, Tionghoa, Jawa, Madura, semuanya tidak akan terasa, maka itulah Surabaya dibangun atas nama kebersamaan seperti rujak uleg,” katanya.
Cak Eri tidak ingin Surabaya dibangun hanya dari pemerintah kotanya, akan tetapi dibangun dengan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong royong bersama warga dan seluruh stakeholder yang ada. “Jadi bukan seperti Rambo yang ‘one man show’ yang menampilkan pekerjaanya sendiri. Tetapi Surabaya ini seperti rujak uleg, maka dari itu Surabaya berhasil menurunkan angka stunting hingga kemiskinan,” tutur dia.
Dalam festival bertema ‘The History of Rujak Cingur’ ini, disajikan 731 porsi rujak uleg. Jumlah porsi yang disuguhkan kepada masyarakat kali ini, disesuaikan dengan angka Peringatan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-731. Selain itu, ada 800 porsi rujak uleg yang disajikan dan dibagikan oleh 432 peserta kepada ribuan pengunjung.
Di Peringatan HJKS ke-731 kali ini, Pemkot Surabaya berupaya mewujudkan Kota Pahlawan lebih sejahtera ke depannya. Dalam mewujudkan Surabaya yang sejahtera, maka Pemkot Surabay akan membentuk Kampung Madani untuk bersama-sama menurunkan kemiskinan hingga stunting.
“Kita terus bersama, mewujudkan Surabaya yang sejahtera, karena kita belum membentuk Kampung Madani, kampung yang penuh peradaban di seluruh Kota Surabaya. Karena dengan kebersamaan seperti Rujak Uleg, maka kemiskinan di Surabaya turun menjadi 4,6 persen, dan stuntingnya kemarin 1,6 persen terendah se-Indonesia, nah ini menunjukkan kebersamaan,” sebut Cak Eri.
Dia berharap, warga Surabaya tetap menjaga rasa kebersamaan dan kekeluarga yang telah dibangun. Dia menilai, Surabaya saat ini masih belum merdeka dari kemiskinan, stunting, hingga putus sekolah. “Maka dari itu kita membutuhkan kekuatan kebersamaan seperti filosofi Rujak Uleg, menjadi satu bagian besar dan membentuk Kampung Madani, kampung yang beradab untuk mewujudkan kesejahteraan warga Surabaya,” harapnya.
Dia menerangkan, tema Festival Rujak Uleg akan berbeda di setiap tahunnya. Perbedaan tema itu tidak hanya untuk menarik minat masyarakat, akan tetapi juga dilihat dari segi venue yang digunakan.
Menurutnya, kapasitas di masing-masing tempat itu berbeda. Kalau di balai kota, bisa menampung sekitar 8000 lebih pengunjung. “Kalau kita mengenang Kota Lama, maka akan kembali ke Kota Lama, akan tetapi jikalau nanti itu terkait tema berbeda itu bisa di Balai Kota. Sehingga tema akan mempengaruhi tempat. Nah, kalau di Kya-Kya kelihatannya penuh tapi (kapasitasnya) tidak sepenuh di Balai Kota,” terangnya.
Orang nomor satu di lingkungan Pemkot Surabaya itu mengungkapkan, pemilihan lokasi Festival Rujak Uleg tidak hanya ditentukan oleh jajaran pemkot, akan tetapi juga ada yang diambil dari masukan warga Surabaya. “Kemarin juga ada permintaan dari warga yang masuk melalui Aplikasi Wargaku, ada yang meminta tahun depan digelar malam. Nah, nanti mungkin bisa malam hari di Balai Kota atau di tempat mana yang disesuaikan dengan tema,” pungkas dia. (Ah/Kta/Red/TJ)