Mengenal Lebih Intim Kasus DBD di Pacitan, Daruratkah?

Mengenal Lebih Intim Kasus DBD di Pacitan, Daruratkah?
ilustrasi

TerasJatim.com, Pacitan – Seberapa daruratkah kasus demam berdarah di Pacitan Jatim? Pertanyaan ini muncul begitu saja di kepala, pasca tersiar kabar adanya pasien seorang anak usia SD yang meninggal dunia diduga terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD).

Pada berita sebelumnya, sebenarnya pihak Dinas Kesehatan setempat, telah memberi secercah jawaban dari apa yang kini jadi prolog pembicaraan. Namun untuk menambah asupan informasi, TerasJatim.com sedikit mengulik tentang kasus itu, dan beberapa hal lain yang bukan sekadar untuk diketahui saja.

Menurut keterangan Kepala Bagian (Kabag) Tata Usaha RSUD dr. Darsono Pacitan, dr. Johan Tri Putranto, perihal pasien yang dimaksud tersebut, pada sebelumnya sempat dibawa ke RSUD setempat untuk menjalani pemeriksaan medis.

“Sebelum datang ke UGD RSUD hari Selasa, pasien sudah mengalami demam selama 4 hari disertai diare. Jadi, di rumah kondisinya kurang begitu baik,” kata dr. Johan kepada TerasJatim.com, Kamis (06/06/2024).

“Di UGD, tim bersama dokter langsung melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dan melakukan pemeriksaan lengkap, mulai pemeriksaan darah, urine, sampai ke foto rontgen,” sambungnya.

Hasil pemeriksaan itu, lanjut Johan, ditemukan adanya penurunan jumlah trombosit pada pasien. Pun hasil rontsen, juga menunjukkan ada timbunan cairan pada paru-paru di sebelah kanan.

“Dari hasil pemeriksaan tersebut, kemudian tim kami berkonsultasi dengan tim ICU (Intensive Care Unit), untuk segera dilakukan perawatan intensif,” katanya, yang selanjutnya pasien tersebut menjalani pemeriksaan ulang di ICU.

Johan menerangkan, berdasarkan hasil pemeriksaan ulang di ICU itu, timbunan cairan di paru-paru kanan pasien makin bertambah. Selain itu, kata dia, pasien juga mengalami penurunan trombosit lagi, sehingga oleh tim diputuskan untuk dilakukan rujukan ke rumah sakit tipe A.

“Selama proses rujukan itu, ternyata pasien tidak bisa kita selamatkan. Jadi (pasien) ini memang belum bisa dipastikan DB ya, karena sebelumnya ada diarenya, juga ada timbunan cairan di paru-paru sebelah kanan,” urainya.

“Kalau melihat tren penurunan trombosit, arahnya ke sana (DBD). Tapi belum bisa dipastikan. Menurut kami ini masih suspek, karena itu tadi, kelainan penyerta di paru-paru kanan sama ada diare,” terang dia.

Sebelum kejadian tersebut, pihaknya juga menjumpai kasus serupa pada beberapa pekan lalu, dengan pasien seorang anak yang dikabarkan meninggal dunia diduga kena DBD. Hanya saja, urai dia, untuk diagnosis utama penyebab kematian juga belum bisa dipastikan, apakah terjangkit DBD atau bukan.

“Sekitar dua minggu lalu. Anak-anak usia sekitar 9 tahun. Pasien ini juga ada timbunan cairan di paru-paru, malah di kanan kiri,” singkat Johan, menambahkan.

Tak jauh beda dengan pihak rumah sakit, Dinkes Pacitan pun juga belum bisa memastikan penyebab utama kematian pasien yang diduga terjangkit DBD pada beberapa hari lalu, mengingat ada diagnosis lain yang dimungkinkan bisa jadi penyebab.

“Secara uji laboratorium NS1 positif. Tetapi itu bukan merupakan diagnosa tunggal, ada diagnosis lain yaitu efusi pleura dan ileus. Kalau kasus kematian yang murni DB di tahun 2024 nihil,” terang dr. Daru Mustikoaji, Kadinkes Pacitan, Kamis siang.

Angka dan Sebaran Kasus DBD di Pacitan

Jika dilihat dari angka kasus DBD di Pacitan dalam kurun waktu 5 bulan terakhir, kasus tersebut menunjukkan jumlah yang nyaris menyamai dengan kejadian di sepanjang 2023 lalu.

Merujuk data dari Dinas Kesehatan Pacitan, angka kasus DBD pada periode Januari-Mei 2024 tercatat ada 364 pasien. Jumlah tersebut, mendekati total angka kasus yang terjadi pada 2023, yakni 391 pasien, atau hanya punya selisih 24 kasus dengan tahun ini.

Sementara, selama lima bulan terakhir di tahun genap ini, disebutkan angka kasus DBD tertinggi terjadi pada Bulan April, dengan jumlah 154 kasus. Angka itu kemudian mengalami penurunan yang cukup drastis pada Mei, yakni 54 kasus.

“Berdasarkan catatan angka tertinggi, kasus DBD telah terlampaui pada Bulan April. Dan ini diharapkan akan terus melandai di kemudian hari,” ucap Kadinkes Pacitan, Kamis kemarin.

Sementara, terkait sebaran kasus tertinggi demam berdarah di Kabupaten Pacitan, menurut catatan dinkes setempat ada di tiga kecamatan, salah satunya di kecamatan kota.

“Kalau sebaran jumlah kasus tertinggi ada di wilayah Puskesmas Tegalombo, Donorojo dan Pacitan,” katanya, tanpa menyebut jumlah di masing-masing wilayah.

Pentingnya Kenal Akrab dengan Gejala Dini DBD

Seperti kata pepatah ‘Tak kenal maka tak sayang’. Tidak berlebihan jika istilah yang acap terdengar itu jadi gambaran situasi tentang demam berdarah. Gambaran yang dimaksud yaitu, dengan mengenal lebih intim, maka kita akan tahu, memahami, dan juga akan tumbuh benih-benih perhatian terhadap DBD, mulai bagaimana gejalanya, penanganan dan juga pencegahannya.

Untuk dikenali, tanda-tanda gejala awal DBD di antaranya yaitu adanya panas tinggi yang tidak turun dalam waktu 3 hari, merasakan sakit kepala, nyeri perut, mual hingga muntah.

Kadinkes Pacitan, dr. Daru Mustikoaji menyarankan, ketika masyarakat merasakan gejala-gejala yang mengarah kepada DBD, terutama pada kasus anak-anak, agar segera melakukan pemeriksaan sedini mungkin.

“Jika masyarakat mendapati gejala-gejala tersebut, segera memeriksakan diri ke Puskesmas terdekat, agar dapat dilakukan penegakan diagnosis dan bisa mendapatkan pengobatan serta tata laksana sedini mungkin,” ujarnya.

Sebagai upaya pencegahan, pihaknya meminta agar di masing-masing wilayah segera melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara serentak, mengingat kegiatan itu dinilai masih jadi salah satu langkah efektif mencegah demam berdarah.

Menurut Daru, dengan pemberantasan sarang nyamuk ini, diharapkan tidak akan ada nyamuk Aedes aegypti betina dewasa yang dapat berkembang biak. “PSN ini cukup efektif, dan akan memutus siklus hidup nyamuk tersebut,” katanya.

“Yang jelas DB ini tidak menular dari orang ke orang, atau dari penderita ke orang lain melalui kontak fisik. Tapi melalui gigitan nyamuk yang sebelumnya telah terinfeksi virus dengue,” lanjutnya.

Dikutip TerasJatim.com dari sejumlah sumber, nyamuk DBD tersebut aktif mengigit di saat terang, mulai pukul 08.00-10.00 WIB dan juga pada waktu sore mulai pukul 15.00-17.00 WIB, bahkan sumber lain menyebut mulai pukul 09.00-11.00 WIB dan waktu Ashar hingga jelang Magrib.

Daru menambahkan, guna membantu meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh, masyarakat diharapkan untuk bisa membiasakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), mulai dengan mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang, istirahat cukup, dan olahraga teratur.

“PHBS ini penting, jadi apabila terdapat virus DBD yang secara tidak sengaja masuk kedalam tubuh, maka tubuh sudah memiliki pertahanan diri (imunitas) yang kuat,” tukasnya, sembari mengimbau untuk tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya DBD.

Jadi, seberapa daruratkah kasus DBD di Pacitan? Jawabannya, ada di dalam benak kita masing-masing, selama kita tidak saling ringan telunjuk maupun mengerutkan kening, tetapi saling bergandeng tangan, mengingat DBD ini merupakan tanggungjawab bersama. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim