Mau 50 Persen Problem Sampah di Pacitan Beres? Coba Lakukan ini

Mau 50 Persen Problem Sampah di Pacitan Beres? Coba Lakukan ini

TerasJatim.com, Pacitan – Saban hari, tiap orang di Pacitan, Jatim, tercatat hasilkan sampah hingga 0,5 kilogram. Jumlah itu masih di bawah data angka yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yakni 0,7 kilogram pada 2024.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pacitan mencatat, 50 persen sampah rumah tangga berasal dari sisa makanan. Jika tidak sampai terbuang, maka seperdua persoalan sampah di kota 1001 gua beres.

“Rerata setengah kilogram per orang, per hari,” ujar Cicik Roudlotul Jannah, Kepala DLH Pacitan, saat berbincang dengan TerasJatim.com di ruang kerjanya, Senin (26/05/2025).

Sembari tersenyum, Cicik melisankan sebuah slogan: sampahku tanggungjawabku, sampahmu tanggungjawabmu. Semboyan yang menegaskan bahwa, setiap orang bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan.

Dari jargon itu pun ia berharap, masyarakat dapat mengurangi dan mengelola sampah mulai dari rumah. “Komposisi sampah kita itu yang 50 persen dari rumah tangga. 50 persennya lagi dari jenis sampah itu, dari sisa makanan,” katanya.

“Kalau di rumah tangga itu menyelesaikan sisa makanan, tidak sampai membuang, separuh permasalahan sampah selesai,” sambung Cicik.

Ia mencontohkan, tiap memasak laiknya tidak berlebihan atau secukupnya saja. Kemudian saat makan, tidak meninggalkan sisa, sehingga tidak sampai membuang. Kata Cicik, ketika hal itu jalan, maka sudah semestinya bisa menyelesaikan setengah persoalan sampah, dan tinggal mengelola anorganik.

“Sebenarnya, sampah anorganik ini kalau dipilah kan masih bisa dijual, baik ke tukang rosok atau ke bank sampah,” jelasnya.

Dalam mengelola sampah, lanjut Cicik, di beberapa tempat telah menerbitkan pelbagai inovasi. Cara-cara tersebut dinilainya cukup efektif, dan laik dijadikan rujukan inspirasi untuk diaplikasikan oleh khalayak.

Di Kelurahan Ploso, sebut dia, punya inovasi tata kelola sampah rumah tangga. Terobosan itu berupa bayar pajak bumi dan bangunan (PBB) pakai sampah, dengan cara menabung barang tak guna lewat bank sampah.

“Bank sampah di Kelurahan Ploso itu bisa untuk bayar PBB. Mereka nabung di bank sampah, pakai botol bekas, kardus bekas, dan itu sebulan sekali diambil oleh bank sampah,” terang Cicik.

“Mereka nabung sampai akhir tahun. Misal dapat Rp20 ribu (1 bulan), kali 10 (bulan) saja sudah Rp200 ribu. Untuk bayar PPB Insya Allah masih ada sisa,” lanjutnya.

Selain Kelurahan Ploso, di Kelurahan Sidoharjo juga punya cara tersendiri dalam mengelola sampah, yakni melalui TPS3R atau kepanjangannya Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle, dan bahkan bikin rumah kompos baru.

“Ada juga dari Dharma Wanita yang nabung sampah untuk tamasya. Dinas Perikanan. Jadi, setiap arisan mereka bawa sampah ke kantor, terus panggil bank sampah, ditimbang lalu dicatat. Dua tahun mereka nabung bisa healing,” katanya.

Cicik menambahkan, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) setempat rata-rata capai 33 ton di tiap harinya. Namun pada hari-hari tertentu, sisa konsumsi itu akan merangkak naik hingga 2 ton.

“33 ton per hari yang masuk ke TPA. Biasanya naik sampai 35 ton di hari-hari tertentu. Misal hari raya atau pas ada event besar, sehingga sampah di hari itu lebih banyak daripada hari-hari biasa,” terang Cicik.

“Kalau semua dibuang ke sana (TPA), cepat penuh. Tampungan di TPA yang seharusnya sampai 10 tahun ke depan, (saat) ini sudah sepertiganya. Harapannya, kita bisa mengurangi dan memilah, jadi sampah yang masuk ke TPS3R atau TPA tidak banyak,” imbuhnya.

Mungkin, persoalan sampah di Pacitan akan benar-benar tuntas, ketika semua tergerak sudi melakukan, dan tidak saling ringan telunjuk; menyalahkan, mengingat permasalahan tersebut merupakan tanggung jawab bersama. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim