Mari Belajar Mengamati Pengelolaan Anggaran Desa di Bojonegoro

Mari Belajar Mengamati Pengelolaan Anggaran Desa di Bojonegoro

TerasJatim.com, Bojonegoro – Pengelolaan anggaran dengan baik, menjadi parameter kinerja para pemangku kekuasaan tingkat atas hingga bawah, tak terkecuali para Kepala Desa (Kades) berikut para perangkatnya. Transparan dan efektif adalah kuncinya.

Mari kita belajar melihat dan mengamati sejauh mana transparansi dan seefektif apakah pengelolaan anggaran di desa-desa di Kabupaten Bojonegoro Jatim. Mengingat dana yang digelontorkan begitu besar melalui DD dan ADD yang tembus hingga Rp.1 miliar lebih setiap tahunnya.

Tak dipungkiri, di halaman kantor dan sudut-sudut desa di Bojonegoro, selama 2 atau 3 tahun belakangan ini nampak banner-banner berisi semacam program penggunaan anggaran atau apalah namanya. Tapi, apakah itu bisa disebut transparan dalam pengelolaan anggaran? Tentu saja belum.

Masyarakat sejatinya belum pernah terpuaskan atas banner-banner yang terpampang tersebut. Kenapa? Karena apa yang tertulis kerap kali tak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Bagaikan api dalam sekam, persoalan yang seolah tidak ada, namun terus berkecamuk dan menggerogoti dari dalam.

Eranya harus berubah. Masyarakat makin cerdas didukung teknologi yang anti sekat melalui medsos dan sebagainya. Pemangku kebijakan atau pemangku kekuasaan pun harus cerdas, transparan dan jujur dalam mengelola anggaran. Jika tidak, maka dijamin akan menggali lobang kubur sendiri.

Untuk para pemangku kuasa, jabatan adalah amanat atau paling tidak tetap sadar bahwa perilaku hidup pemimpin itu “ameng-ameng nyawa”, karena selalu menjadi pusat perhatian. Benar di puja, salah sedikit saja pasti dihujat tak henti-henti. Ya, ada yang menyebut, “Sleder sithik, nyemplung jurang ora iso balik”.

Bagi masyarakat, setidaknya juga harus belajar bijak guna memberi ruang gerak penguasa untuk berkarya dalam mengelola anggaran secara efektif dan transparan. Jangan belum apa-apa sudah menuduh yang bukan-bukan atau su’udzon saja. Belajarlah husnudzon terhadap siapapun yang berada di lingkaran kekuasaan.

Namun demikian, demi terpenuhinya hak sebagai fungsi kontrol terhadap segala kebijakan penguasa yang pada akhirnya berimbas langsung kepada kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka sebaiknya masyarakat harus mengetahui ciri-ciri penggunaan anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan.

Setidaknya, ada 13 indikator atau ciri-cirinya. Ini bukan ngarang apalagi mengada-ada karena yang membuat klasifikasi tentang indikatornya bukan orang sembarangan, yakni Wakil Menteri Desa (Wamendes) Pembangunan daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Budi Arie Setiadi, yang dirilis awal Tahun 2020 ini.

Wamendes PDTT nampaknya sengaja membocorkan ciri-ciri penggunaan anggaran desa yang tidak transparan dan tidak efektif tersebut guna mengajak seluruh masyarakat ikut mengawal penggunaan dana desa secara proporsional dan bebas dari kecurangan.

Selengkapnya, ciri-ciri penggunaan anggaran desa yang tidak efektif dan tidak transparan yang dikatakan oleh Wamendes PDTT Budi Arie Setiadi, adalah sebagai berikut;

1. Tidak ada proyek.

2. Laporan Realisasi sama persis dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

3. Pengurus Lembaga Desa berasal dari keluarga Kades semua.

4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) pasif atau makan gaji buta.

5. Kades memegang semua uang, bendahara hanya berfungsi di bank saja.

6. Perangkat Desa yang jujur dan vokal biasanya ‘dipinggirkan’.

7. Banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal padahal anggarannya sudah tersedia.

8. Peserta Musyawarah desa hanya sedikit. Orang yang hadir dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja.

9. Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) tidak berkembang.

10. Belanja barang atau jasa dimonopoli Kades.

11. Tidak ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat.

12. Pemerintah desa marah ketika ada yang menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa.

13. Dalam waktu singkat, Kades dan perangkat mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan harga atau biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan pendapatannya.

Nah, bagaimana dengan yang ada di sekitar kita? Mari kita lihat, amati dan kawal dengan cerdas tanpa mendahulukan prasangka buruk. Jika pemangku kekuasaan sekitar kita tidak masuk 13 ciri-ciri itu maka selamat, namun bila sebaliknya maka ingatkanlah.

Namun demikian, bila tidak mau mengindahkan saat diingatkan agar mengelola anggaran desa secara efektif dan transparan, maka persilakan untuk menunggu saja saat-saat kehancurannya.

Salam…….

*Saiq, Wartawan TerasJatim.com/Kabiro Bojonegoro-Tuban

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim