Lebaran, antara Covid-19 dan Rengginang

Lebaran, antara Covid-19 dan Rengginang

TerasJatim.com, Bojonegoro – Lebaran Idul Fitri kali ini memang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Tentu sebab utamanya adalah merebaknya wabah atau pandemi Covid-19 yang melanda dunia, tak terkecuali NKRI termasuk wilayah Bojonegoro Jatim.

Protokol kesehatan tentang pencegahan penyebaran Covid-19 mengharuskan kita untuk tetap di rumah saja. Kerja/nganggur di rumah, ibadah di rumah sebagai upaya menjaga diri dan orang lain terinveksi virus yang pertama kali diketahui muncul di Wuhan China ini.

Sebulan penuh menjalani puasa tanpa keluar rumah kecuali terpaksa. Tarawih pun harus berhati-hati dengan menjaga jarak antar jamaah dan juga memakai masker. Tadarus juga demikian, jaga jarak alias physical distancing.

Kemudian tiba saatnya berlebaran pada Minggu (24/05/20). Malamnya, tidak diperbolehkan pawai takbiran karena berpotensi mendatangkan kerumunan massa, meski ada segelintir oknum remaja yang melanggar juga sambil sembunyi-sembunyi melakukan konvoi. Konvoi kok sembunyi-sembunyi? He he

Begitu Sholat Ied dihimbau melalui surat edaran Bupati Bojonegoro untuk dilakukan di rumah saja. Toh begitu, hampir semua masjid di telatah Angling Dharma menyelenggarakan Sholat Ied berjamaah, tentu dengan mematuhi protokol kesehatan.

Usai Sholat Ied, hanya berbilang jam atau mungkin hanya puluhan menit saja masyarakat bersilaturahmi ‘ngaturno luput/bahalan” ke kerabat terdekat, mentok tetangga di sekitar lingkungan saja. Lepas itu, serentak kembali ke rumah masing-masing dan tutup pintu tidak menerima tamu. Ini semata demi memutus rantai Covid-19.

Namun dari sekian banyak perbedaan sedari awal perjalanan puasa, di lebaran kali ini masih menyisakan satu tradisi yang tetap tak bergeming. Itu adalah jajanan khas rakyat jelata, yakni rengginang atawa biasa disebut sebagai krecek.

Menariknya, dari dulu hingga sekarang, rengginang lebaran terus saja hadir menghiasi meja suguhan untuk para tamu yang silaturahmi berhalal-bihalal, selain kue-kue lain.

Bisa dibilang, rengginang adalah bentuk kesungguhan dan keikhlasan masyarakat demi bersuka cita atas hari kemenangan setelah berperang melawan nafsu di kawah candradimuka, berupa bulan penuh rahmat dan maghfirah Ramadhan.

Bisa jadi, kue rengginang adalah simbol kejujuran dan kesederhanaan melalui tekstur dan rasa. Ia keras tapi renyah dan mudah lumat dan lembut tapi tidak ‘nyereti’ tenggorokan.

Selain itu, rengginang juga mewakili keceriaan, meski dalam suasana serba tertekan dengan riuhnya suara crispi saat dikunyah.

Rengginang adalah simbol perlawanan hingga titik darah penghabisan, lantaran ia tetap bertahan saat kue-kue lain telah ludes tak bersisa. Ia rela menggantikan berposisi dalam kaleng biskuit dan topeles-topeles kudapan yang telah kosong.

Oh.. Rengginang kau memang andalan !! (Saiq/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim