Kronologis Perang Saudara di Tanah Jawa antara Panjalu dan Janggala

Kronologis Perang Saudara di Tanah Jawa antara Panjalu dan Janggala

TerasJatim.com, Kediri – Di tengah tanah subur Jatim, di masa kejayaan Nusantara, berdirilah dua kerajaan besar Panjalu dan Janggala. Namun di balik kemegahan istana dan kejayaan peradaban, terpendam bara api yang kelak menyulut perang saudara terbesar di masa Jawa Kuno.

Awal dari perpecahan, semua bermula dari satu kerajaan besar yakni Kerajaan Airlangga.

Airlangga, sang raja agung, memerintah dengan bijaksana dan membawa kemakmuran. Namun menjelang akhir hidupnya, ia menghadapi dilema. Ia memiliki dua putra dan tak ingin mereka bertikai memperebutkan takhta.

Maka pada tahun 1045, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua, yakni Janggala di bagian Timur dan Panjalu (Kadiri) di bagian Barat. Sebuah keputusan yang dianggap bijak saat itu. Namun ternyata, itulah awal dari konflik besar.

Saudara Jadi Lawan

Waktu berlalu. Kedua kerajaan tumbuh, namun juga saling mencurigai. Janggala, yang lebih muda, merasa tak dihormati. Panjalu, yang lebih kaya, merasa lebih berhak atas kejayaan masa lalu Airlangga.

Perebutan wilayah dagang, pelabuhan penting di pesisir, serta persaingan politik di tanah Jawa membuat hubungan semakin memanas.

Ketika Jayabaya naik tahta di Panjalu (abad ke-12), kekuasaan Panjalu semakin kuat. Jayabaya dikenal bukan hanya sebagai raja sakti, tapi juga visioner. Ia bermimpi menyatukan kembali kejayaan warisan Airlangga. Dan dari mimpi itulah, perang dimulai.

Perang Pecah di Tanah Jawa

Pasukan Panjalu bergerak dari Barat, membawa panji kerajaan dan ambisi besar untuk menaklukkan Janggala. Janggala tidak tinggal diam. Dengan aliansi maritimnya dan posisi strategis di Timur, mereka bertahan dengan gagah berani.

Tanah Jawa pun berguncang. Sawah berubah menjadi medan tempur. Rakyat menjadi korban. Dua saudara pun saling menumpahkan darah.

Namun takdir berpihak pada Panjalu. Dengan strategi militer cerdas dan kekuatan politik yang matang, Panjalu akhirnya menaklukkan Janggala. Seluruh wilayah kembali bersatu di bawah satu nama Kadiri.

Akhir dan Warisan

Perang memang usai. Namun luka sejarah tetap membekas. Kisah Panjalu dan Janggala bukan sekadar kisah perebutan takhta, tapi tentang bagaimana ambisi, darah, dan warisan bisa membentuk peradaban.

Jayabaya dengan ramalan terkenalnya, Kediri sebagai kerajaan yang gemilang di bidang sastra dan budaya, dan sebuah pelajaran penting tentang arti persatuan dan perpecahan.

“Dahulu mereka satu, terbelah oleh warisan, dipersatukan kembali oleh peperangan”.

Kini, nama mereka hidup dalam sejarah sebagai pengingat bahwa saudara bisa menjadi lawan, tapi juga bisa menjadi satu kembali jika hati menginginkannya.

(Saiq/Red/TJ-pelbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim