Kompaknya Penjual dan Pembeli Kursi Jabatan

Kompaknya Penjual dan Pembeli Kursi Jabatan

TerasJatim.com – Kasus jual beli jabatan di sejumlah pos dalam sebuah pemerintahan daerah, sejatinya sudah lama didengar publik. Hanya saja saat itu yang santer dibicarakan orang adalah maraknya aksi setoran uang terkait rekuritmen CPNS yang dianggap sebagai sumber pendapatan lain dari seorang kepala daerah yang sedang berkuasa.

Kabar jual beli kursi jabatan kembali membuka mata publik, pasca dibongkarnya kasus jual beli jabatan di Kabupaten Klaten Jawa Tengah yang menyeret nama bupatinya, Sri Hartini.

Kalau mau jujur, tindakan suap menyuap terkait pengisian jabatan di pemerintah kabupaten/kota yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, sepertinya bukan hanya terjadi di Klaten Jawa Tengah saja, melainkan terjadi juga di daerah lain. Hanya saja untuk sementara mereka masih aman dan hanya tinggal menunggu waktu untuk diketahui dimana dan siapa pelakunya.

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Sofian Effendi pun, tidak menampik aroma busuk para ‘raja-raja kecil’ di daerah tersebut. Meskipun KASN mengaku telah melakukan pengawasan yang ketat, praktik jual beli jabatan di daerah lain di Indonesia masih marak terjadi.

Untuk kasus Klaten,  terkait nominal harga sebuah kursi jabatan yang biasa diperjualbelikan pemerintah daerah, pihak KASN juga sudah mendapat bocoran.

Untuk jabatan seorang TU (Tata Usaha) Puskesmas dan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah), nilainya mencapai 15 hingga 25 juta. Sementara untuk kursi Eselon II setara kepala dinas, bisa mencapai setengah milyar rupiah.

Jika mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1974 Jo UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dijelaskan bahwa pengangkatan PNS  dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan, serta dengan syarat obyektif lainnya.

Pengangkatan dalam jabatan Struktural Eselon II ke bawah di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian setelah mendapatkan pertimbangan dari tim Baperjakat Kabupaten/Kota.

Khusus untuk pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat pembina kepegawaian kabupaten/kota setelah terlebih dahulu dikonsultasikan secara tertulis kepada Gubernur.

Menyikapi maraknya kasus jual beli jabatan, tak heran mantan Ketua MK Mahfud MD juga tak merasa kaget. Menurutnya, banyak pejabat di daerah yang memanfaatkan posisinya untuk menjalankan bisnis jual beli jabatan, lantaran bisnis kotor tersebut dapat memberikan banyak keuntungan bagi para pelakunya.

Selain itu, indeks ketaatan terhadap ideologi dan instansi di birokrasi negeri ini sendiri, hingga kini masih sangat rendah, yakni hanya mencapai nilai 0,25. Angka tersebut berada jauh di bawah standar yang semestinya bisa dicapai.

Maka itu tak heran, jika tindak penyelewengan seperti jual beli jabatan, pungli dan fee proyek serta korupsi lainnya masih terjadi. Kondisi ini dianggap sangat mengkhawatirkan jika kita ingin birokrasi di negeri ini profesional.

Sejatinya jika semua pejabat di bawahnya kompak menolak, praktek culas seorang pimpinan daerah semacam ini tak akan terjadi. Hanya saja kadang saya berpikir bahwa pungli dan upeti jabatan di sebuah daerah tumbuh subur, karena para pejabat di bawah justru berlomba-lomba untuk menduduki sebuah jabatan yang diinginkannya dengan cara membeli.

Dan lucunya, justru mereka kehilangan urat malu dengan membeli jabatan yang sejatinya adalah amanah yang harus diraih dengan cara profesional sesuai kapasitas dan kapabilitasnya.

Faktanya, antara atasan dan pejabat bawahan seolah-olah sudah menjadi tim yang sangat kompak untuk melakukan penyimpangan.

Pertanyaannya adalah, kenapa praktek kotor ini masih mengemuka? Bisa jadi jawabannya juga kompak, karena di saat mereka menduduki sebuah jabatan punya pengalaman dan nasib yang sama,  yaitu harus membelinya dengan uang.

Dan untuk mengembalikan nilai investasi dalam sebuah jabatan tersebut, tak jarang terjadi korupsi berjamaah  Seorang kepala seksi tidak akan pernah berani melakukan pungutan liar atau korupsi, jika tidak direstui oleh kepala bidangnya. Demikian juga kepala bidang tak akan berani berjalan sendiri jika tidak diketahui oleh kepala dinasnya.

Tak menutup kemungkinan, kondisi seperti ini akan sampai pada level pimpinan tertinggi dalam suatu instansi pemerintahan. Dan kasus Klaten, adalah salah satu contoh kecil bagi para penjual dan pembeli kursi jabatan.

Terakhir, mari kita tunggu siapa para aktor penjual dan pembeli kursi jabatan selanjutnya yang akan dibui.

Salam Kaji Taufan

(Dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim