Komitmen Memperbaiki Ekosistem Laut, Nelayan Pencari Benur di Pacitan Diminta Berhenti dan Mengangkat Pelaknya

Komitmen Memperbaiki Ekosistem Laut, Nelayan Pencari Benur di Pacitan Diminta Berhenti dan Mengangkat Pelaknya

TerasJatim.com, Pacitan – Nelayan pencari benur atau benih lobster di pesisir selatan Kabupaten Pacitan diminta untuk menghentikan aktifitas penangkapannya. Termasuk untuk membersihkan pelak atau alat penangkap benur di laut Pacitan secara mandiri.

Hal itu disampaikan Kapolres Pacitan AKBP Sugandi, seusai mengikuti kegiatan sinkronisasi perundang-undangan bidang perikanan dengan berbagai pihak, di UPT Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Kamis (10/10/19) siang.

“Dari semua elemen sudah berkomitmen untuk bersama-sama memperbaiki ekosistem laut, dengan mencegah agar pengambilan benur tidak dilakukan lagi di wilayah perairan laut Pacitan,” ujarnya, saat ditemui sejumlah jurnalis.

Adapun upaya-upaya yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian maupun instansi terkait dalam hal pencegahan, yakni lebih mengedepankan tindakan persuasif. Seperti pemberian peringatan, sosialisasi dan lainnya. Dengan harapan agar menghentikan kegiatan pengambilan baby lobster, termasuk pengepulan hingga pengiriman keluar.

“Dari dinas terkait ini akan memberikan sosialisasi-sosialisasi agar nelayan secara mandiri membersihkan pelak-pelak yang saat ini masih terpasang dan mengangkat peralatan yang melengkapi pelak tersebut. Sehingga, tidak menghalangi aktifitas nelayan ikan dan lalu lintas kapal yang melaut di daerah tersebut,” katanya.

Di tempat yang sama, Kepala UPT Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Ninik Setyorini menyampaikan bahwa, sesuai dengan kesepakatan dari berbagai pihak, para nelayan penangkap benur akan diberikan surat peringatan terlebih dahulu, yang tentunya agar menghentikan aktifitasnya itu.

Terlebih, hal tersebut melanggar undang-undang perikanan yang tertuang dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor 56/2016, tentang larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.

“Intinya, bagi nelayan yang memiliki pelak agar mengangkat pelaknya itu sendiri sampai batas waktu yang ditentukan. Namun, jika peringatan itu tidak dilakukan maka pelak itu akan diangkat oleh petugas. Tapi untuk penetapan batas waktu akan kami bahas lagi bersama Kapolres,” ucap Ninik.

Di Pacitan ini, lanjutnya, yang menjadi persoalan yakni terhadap sumber daya lobster itu sendiri. Namun, ada hal yang jauh lebih penting, yakni persoalan keamanan, karena di lapangan sudah terjadi gesekan pro dan kontra terhadap benur itu sendiri.

“Keamanan ini jauh lebih penting. Beberapa waktu lalu sudah terjadi penghancuran salah satu rumah warga di Pacitan. Dan kejadian ini jangan sampai terjadi kembali,” tambah Ninik, yang juga istri Wabup Pacitan itu.

Sementara itu, menurut Nonot Widjajanto, Kepala Seksi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim, yang juga hadir pada kegiatan itu mengatakan, dengan adanya penangkapan benur tentunya cukup membawa dampak, terutama bagi ekosistem laut yang secara otomatis akan berubah.

“Adanya lampu-lampu itu secara otomatis ekosistem laut berubah. Penyu yang biasanya di wilayah selatan ini banyak yang bertelur, gara-gara ada pelak itu penyu tidak mau minggir. Yang namanya pelak karena tidak berijin, secara otomatis tidak ada pengaturannya karena ilegal, tentu ini akan mengganggu alur pelayaran dan mengganggu nelayan kecil pencari ikan dengan menggunakan jaring,” jelas Nonot.

Meski demikian, terkait hal itu pihaknya telah berkoordinasi dengan Kapolres Pacitan untuk melakukan pengawasan di lapangan. Bahkan, akan memberikan pembinaan terlebih dahulu kepada nelayan penangkap benur, agar menyesuaikan dengan aturan yang ada.

“Kita sudah berkoordinasi dengan Kapolres untuk melakukan pengawasan dan tidak langsung menangkap. Tetapi kita beri pembinaan dulu supaya sesuai aturan yang ada dan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” pungkasnya. (Git/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim