Koalisi Oh Koalisi

Koalisi Oh Koalisi
ilustrasi

TerasJatim.com – Akhir-akhir ini, suhu politik di Indonesia benar-benar dinamis dan sulit ditebak dengan segala macam hal yang kadang membuat kegaduhan, serta dapat membuat publik terkaget-kaget. Pasca PAN yang menyatakan bergabung ke pemerintahan, pelan tapi pasti Koalisi Merah Putih (KMP) kini benar-benar rontok satu persatu.

Awalnya, KMP dibangun sebagai koalisi parpol-parpol pendukung pasangan Prabowo-Hatta di Pilpres 2014 silam. Meski kalah dalam pilpres, KMP menang di wilayah pertarungan politik di DPR dan MPR.

Dalam perjalanan awalnya, KMP benar-benar sangat diperhitungkan.  KMP yang saat itu lebih kuat dari KIH dari segi kursi di DPR, diisi oleh Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar, dan PBB.  KMP terus mendominasi pengambilan keputusan di DPR, bahkan KMP berkolaborasi dengan PD untuk menyapu bersih kursi pimpinan MPR, DPR, dan ketua alat kelengkapan dewan. Sehingga parpol KIH hanya “kecipratan” kursi wakil ketua di sejumlah alat kelengkapan dewan.

Pertarungan dalam pengambilan keputusan di DPR pun, masih didominasi dengan kemenangan KMP. Selain itu, koalisi ini diharapkan bisa permanen dan mempunyai misi yang strategis dengan menyapu bersih perhelatan pilkada 2015. Namun, sejalan dengan berputarnya arah angin politik di daerah, KMP tidak sesolid yang diharapkan sebelumnya. Justru, banyak parpol yang masuk dalam KMP malah berkolabrasi dengan parpol-nya KIH di sejumlah perhelatan pilkada kemarin.

Kini, satu demi satu anggota partai yang tergabung dalam KMP rontok. Hal ini diawali dengan kekisruhan di tubuh  PPP yang dirundung perpecahan sampai kemudian kepengurusan kubu Romahurmuziy yang diakui pemerintah, langsung berbalik arah menyatakan dukungan ke Jokowi-JK. Menyusul kemudian Partai Golkar yang lagi-lagi dirundung perpecahan, dan kemudian kubu Agung Laksono langsung merapat ke pemerintahan.

Partai Amanat Nasional-pun demikian. Mereka memutuskan keluar dari KMP dan bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah. Bahkan PAN dikabarkan akan mendapat jatah kursi menteri di Kabinet Kerja, pada perombakan kabinet yang sekarang lagi menjadi issu hangat.

Dalam rapat konsolidasi pimpinan yang digelar kepengurusan Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Bali pada 5 Januari lalu, dikabarkan bahwa Golkar kubu ARB-pun, ingin menjadi partai pendukung pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Selain itu, Golkar kubu ARB ini, berencana akan menggelar rapat pimpinan nasional pada akhir bulan ini.

Kini, banyak pengamat yang memprediksikan, bahwa Koalisi Merah Putih sebagai kekuatan yang besar di parlemen, akan segera berakhir. Hal ini disebabkan, selama ini ikatan dalam KMP bukan berdasarkan kesamaan ideologi, sehingga gampang rapuh ketika proses bagi-bagi jabatan dianggap sudah selesai.

Gula-gula kekuasaan di parlemen yang menjadi perekat kebersamaan selama ini sudah terbagi rata, di sesama parpol KMP. Bagi-bagi jatah pimpinan DPR, MPR dan alat kelengkapan sudah selesai. Selain itu, salah-satu penyebab utamanya adalah karena sejumlah pencetusnya sudah tak lagi sejalan, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah mulai datang dan “bersilaturahmi” dengan Presiden Jokowi.

PAN sudah jelas akan bergabung dengan pemerintah, meski menyatakan tetap di KMP. Sementara, PKS dan Demokrat dalam kasus persidangan Setya Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan beberapa waktu lalu, secara bulat mendukung koalisi pemerintah.

koalisi parpol

Sebagai bagian dari masyarakat yang hingga hari ini masih mencintai negerinya, tentu kita mengharapkan agar politik di tanah air berjalan sehat, dinamis dan jauh dari kegaduhan yang tidak produktif.

Ketika sebagian besar partai politik menyatakan dirinya sebagai partai yang pro pemerintah, bisa jadi itu dapat menimbulkan sebuah kekhawatiran akan timbulnya sebuah tirani baru. Karena secara logika, tidak akan ada kekuatan kontrol atau penyeimbang yang mengawasi jalannya pemerintahan.

Dalam sistem Presidensial, kita tidak menganut budaya dan paham oposisi. Namun demikian, oposisi rupanya dibutuhkan bukan hanya untuk mengawasi sebuah kekuasaan pemerintahan. Oposisi diperlukan juga karena apa yang baik dan benar dalam politik, haruslah diperjuangkan melalui kontes politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka bagi publik.

Adalah naif, jika kita berpendapat nasalah bangsa hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah sendirian. Tentu, kita masih terus membutuhkan kekuatan politik penyeimbang, agar pemerintah benar-benar bekerja untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kehadiran oposisi atau penyeimbang, diharapkan masalah accountability atau pertanggungjawaban akan lebih diperhatikan pemerintah. Tidak segala sesuatu akan diterima begitu saja, yang seakan-akan dengan sendirinya jelas dan beres dalam pelaksanaannya.

Kehadiran oposisi atau penyeimbang, membuat pemerintah harus selalu menerangkan dan mempertanggungjawabkan mengapa suatu kebijaksanaan diambil, apa dasarnya, apa pula tujuan dan urgensinya, dan dengan cara bagaimana kebijaksanaan itu akan diterapkan.

Apapun namanya, entah oposisi atau penyeimbang, dalam sebuah negara demokratis seharusnya sudah tidak ada lagi ruang bagi pemerintahan tirani.

Salam Kaji Taufan

(Dari berbagai sumber)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim