Kematian Beruntun di Karanglo Tuban, Bukan Karena Lingkungan Tercemar

Kematian Beruntun di Karanglo Tuban, Bukan Karena Lingkungan Tercemar

TerasJatim.com, Tuban – Kasus kematian beruntun yang yang terjadi di Desa Karanglo, Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban beberapa waktu lalu, bukan disebabkan oleh pencemaran lingkungan.

Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) telah menyampaikan hasil uji mutu udara desa tersebut kepada kementerian. “Kematian tersebut tidak ada hubungannya dengan faktor pencemaran lingkungan,” kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes, M. Subuh, seperti dilansir Tempo, Rabu, (27/04).

Subuh, dalam pernyataan tertulisnya, Selasa 26 April 2016, menuturkan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya, Subdit Surveilans Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, dan Tim Dinas kesehatan Propinsi Jawa Timur, telah mengunjungi lokasi.

Hasil temuan menyatakan kematian warga karena penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) serta penyakit degeneratif lainnya. Selain itu, sebagian besar kematian terjadi pada usia tua yaitu 61 sampai lebih dari 80 tahun.

Subuh melanjutkan, pemantauan kualitas lingkungan dilakukan dengan mengukur kualitas lingkungan udara dan air untuk mengetahui kemungkinan dampak risiko lingkungan terhadap kesehatan. Pemantauan dilakukan di tiga lokasi terdekat, tengah dan terjauh dari paparan penambangan bahan baku pabrik semen.

Hasil ketiga tempat menunjukkan semua parameter fisik dan kimia serta kebisingan memenuhi baku mutu  Pergub Jatim No. 10/2009. Demikian pula dengan pengamatan terhadap kualitas air, memenuhi batas syarat Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010.

Adapun hasil pengukuran kualitas udara ruang untuk parameter angka kuman masih memenuhi batas syarat sesuai dengan PERMENKES RI No. 1077/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 700 cfu. Sedangkan parameter jamur tidak memenuhi syarat, hal ini disebabkan kondisi rumah penduduk yang lembab, disebabkan luas jendela dan pencahayaan tidak memenuhi syarat sanitasi serta sebagian rumah berlantai tanah liat.

“Sebagian besar rumah tidak memenuhi syarat sanitasi,” kata Subuh.

Sebagai rencana tindak lanjut, Subuh berujar,  Kemenkes melakukan pemeriksaan faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) melalui Posbindu PTM dalam monitoring dan evaluasi deteksi dini penyakit degeneratif.

Selain itu, memantau 24 jam kualitas udara di lokasi kejadian dan daerah kontrol sekitarnya pada musim kemarau. Verifikasi tersebut, Subuh menjelaskan, dilakukan melalui wawancara dengan petugas pelayanan kesehatan, aparat desa, serta keluarga penderita dan masyarakat di sekelilingnya, observasi lokasi kejadian, dan lingkungan sekitar kasus.

Selain itu, identifikasi kondisi pernafasan keluarga korban dan lingkungan sekeling; serta pengumpulan dan pengujian data faktor risiko lingkungan meliputi kualitas udara dan air. Subuh mengimbau masyarakat tetap harus selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dan memperhatikan sanitasi yang baik.

Selain Kementerian Kesehatan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga mengunjungi desa tersebut. Dari hasil penyelidikan tersebut, Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron mengatakan lembaganya menemukan peningkatan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang tercatat di Puskesmas Kerek.

“Data Puskesmas Kerek menunjukkan, pada 2013, tercatat sebanyak 1.800 warga menderita ISPA. Tahun 2014 tercatat 1.500 warga. Sedangkan tahun 2015 tercatat penderita meningkat drastis, yakni sebanyak 2.056 orang,” kata Nurkhoiron, Kamis, (21/04).

Penyelidikan Komnas HAM dilakukan dalam kaitan 28 warga Karanglo yang dikabarkan meninggal dalam kurun 45 hari, terhitung dari Januari hingga akhir Maret lalu. Pada 11-14 April,

Komnas HAM mendatangi rumah-rumah warga Karanglo untuk menyelidiki penyebab kematian beruntun di desa yang berada di ring 1 dari PT Semen Indonesia itu.

Di desa tersebut, terdapat penambangan batu kapur untuk bahan baku semen. Dari hasil penyelidikan tersebut, kata Nurkhoiron, Komnas HAM belum bisa memutuskan apakah benar penyebab meninggalnya 28 warga Karanglo adalah pencemaran lingkungan oleh pabrik semen di sana.

Sekretaris PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan lokasi pabrik berjarak sekitar 2 kilometer dari Desa Karanglo. Namun Semen Tuban punya alat bernama electrostatic precipitator yang berfungsi menangkap debu.

Area pabrik juga dilengkapi alat yang berfungsi menahan debu agar tidak keluar. Selain itu, tiap tiga bulan sekali, datang lembaga independen mengawasi kualitas udara di area pabrik.

Agung mencontohkan, kualitas udara di lingkungan Pabrik Semen Tuban kadarnya di bawah 50 miligram normal per meter kubik. Ukuran itu masih jauh dari ambang batas yang ditetapkan pemerintah, yaitu 80 miligram normal per meter kubik.(Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim