Kasus Alkes RS Unair Surabaya, KPK Tahan Pejabat Kemenkes

Kasus Alkes RS Unair Surabaya, KPK Tahan Pejabat Kemenkes

TerasJatim.com – Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan kesehatan dan laboratorium pada RS Tropik Infeksi di Universitas Airlangga (Unair) Tahap I dan II Tahun Anggaran 2010, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka Bambang Giatno Rahardjo (BGR).

Bambang merupakan mantan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Deputi Penindakan KPK, Karyoto menjelaskan, tersangka Bambang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini sejak Desember 2015 lalu itu ditahan selama 20 hari pertama di rutan KPK.

“Untuk kepentingan penyidikan, KPK telah melakukan penahanan terhadap tersangka BGR (Bambang Giatno Rahardjo) selama 20 hari terhitung sejak tanggal 9 Oktober 2020 sampai dengan 28 Oktober 2020 di Rutan (Rumah Tahanan) cabang KPK di Gedung ACLC KPK Kavling C1 (Gedung KPK Lama),” kata Karyoto, saat menggelar konferensi pers di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (09/10/20).

Karyoto menuturkan, konstruksi perkara kasus ini berawal pada akhir 2008 lalu, saat Zulkarnain Kasim (Sekretaris BPPSDM Kesehatan) diperintahkan oleh SIti Fadila Supari (Menteri Kesehatan (Menkes saat itu), agar anggaran fungsi pendidikan digunakan untuk kegiatan pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM). Selain itu juga dipakai dalam proyek pembangunan dan pengadaan alat-alat kesehatan RS Tropik Infeksi Universitas Airlangga (Unair), Surabaya.

Seluruh anggaran tersebut diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam anggaran Satuan Kerja Badan PPSDM Kesehatan. Selain itu Zulkarnain juga diperintahkan untuk mengamankan pengadaan ABBM dan pembangunan RS Tropik Infeksi Unair. Sedangkan yang ditugaskan untuk mengawal anggaran tersebut adalah Muhammad Nazaruddin.

Selanjutnya tersangka BGR kemudian menugaskan Zulkarnain agar segera melaksanakan arahan Menkes. Pada awal 2009, tersangka BGR bertemu dengan Nazaruddin untuk membicarakan rencana pemberian anggaran tambahan untuk Universitas Airlangga yang akan diberikan melalui DIPA BPPSDM Kesehatan. Pada kesempatan tersebut juga dibicarakan rencana pengadaan pembangunan RS Tropik Infeksi Universitas Airlangga yang akan segera dilaksanakan.

Selanjutnya, pada sekitar awal 2010, Minarsi kemudian bertemu dengan Zulkarnain, Syamsul Bahri dan Wadianto di ruang kerja Zulkarnain. Dalam pertemuan tersebut Zulkarnain memberitahu sesuatu hal penting terkait rencana itu kepada Syamsul dan Wadaianto.

Zulkarnain mengatakan, bahwa Nazarudfin yang akan membantu proses pencairan anggaran di BPPSDM Kesehatan. Sedangkan anak buah Nazaruddin bernama Minarsi akan menangani lanjutan Pembangunan RS Trofik dan Infeksi di Unair beserta Peralatan Kesehatan dan Laboratorium RS Tropik Infeksi di Unair dari DIPA TA 2010 BPPSDM Kesehatan.

Pada sekitar September 2010, panitia pengadaan dengan dibantu oleh Herboeo dan Yoyok dari pihak PT Anugrah Grup milik Nazaruddin mulai menyusun HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Dari penyusunan HPS untuk pengadaan tahap 1 diperoleh harga sebesar Rp.39.989.615.000. Lelang pekerjaan Tahap 1 dimenangkan oleh PT. Buana Ramosari Gemilang dengan harga penawaran Rp.38.830.138.600.

Kemudian penyusunan HPS untuk pengadaan Tahap 2 diperoleh harga Rp.50.631.357.000 dan dimenangkan oleh PT. Marell Mandiri dengan nilai penawaran sebesar Rp.49.157.682.200.

Pada sekitar pertengahan tahun 2009, Minarsi pernah memberikan uang sebesar 17.000 dolar Amerika (USD) kepada Zulkarnain. Rinciannya 9.500 USD untuk Zulkarnain dan 7.500 USD untuk tersangka BGR.

Pemberian ini diduga sebagai bentuk ucapan terima kasih atas diijinkannya PT. Anugerah Permai Group untuk melaksanakan pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar (ABBM) tahun 2009 oleh PT. Mahkota Negara dan rencana pengadaan alkes dan laboratorium RS Tropik Infeksi Univ Airlangga Tahun 2010 oleh PT. Buana Ramosari Gemilang dan PT Marell Mandiri.

Akibatnya, proyek tersebut berpotensi menimbulkan keuangan negara sebesar Rp.14.139.223.215.

Tersangka BGR disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 dan Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 5 ayat (2) dan atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Her/Kta/Red/TJ/Foto: Kompas)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim