Jika Harga Rokok 50 Ribu Rupiah Perbungkus

Jika Harga Rokok 50 Ribu Rupiah Perbungkus

TerasJatim.com – Wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu perbungkusnya, lumayan menyita perhatian publik di tanah air. Banyak meme lucu yang dipostingkan di berbagai media sosial. Entah ada maksud apa yang terkandung di dalamnya, apakah mereka setuju dengan harga rokok yang naik tiga kali lipat, atau justru mereka kontra dengan wacana tersebut.

Hingga saat ini saya juga belum memahami betul pertimbangan apa hingga digulirkannya wacana ini, kecuali hanya sebagai kampanye anti rokok semata.

Bisa jadi karena harga rokok yang murah dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia. Dengan harga rokok di bawah Rp20 rupiah, maka siapapun termasuk anak-anak usia sekolah tidak eman mengeluarkan uang untuk membeli rokok.

Dengan menaikkan harga rokok diharapkan dapat menurunkan prevalensi perokok, dan sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan menjadi tiga kali lipat.

Namun, saya gak bisa membayangkan jika wacana ini diterapkan beneran. Tidak hanya saya yang harus berpikir ulang untuk menjadi ‘ahli hisap’ rokok, tapi lebih dari itu saya jadi ingat nasib industri rokok di tanah air. Sebab di situ banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari industri kebul-kebul ini.

Selain petani tembakau, industri rokok kecil dan menengah rasanya tinggal menunggu waktu untuk bangkrut, dan otomatis ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada pabrik tersebut akan kehilangan pekerjaannya, dan akan menjadi pengangguran baru.

Kebetulan saya mempunyai beberapa teman yang memiliki usaha industri rokok dalam skala kecil dan menengah. Disetiap saya ketemu mereka, sebelum isu harga Rp50 ribu per bungkus ini, tak ada raut bahagia di wajahnya.

Mereka justru hanya mencoba untuk bertahan hidup karena selama ini kebijakan pita cukai yang kurang melindungi kepentingan mereka. Akibatnya, jumlah industri rokok kecil dan menengah makin lama jumlahnya makin menyusut, dan kebanyakan sudah jatuh dan berpindah tangan pada brand industri rokok raksasa.

Jika pabrikan rokok gulung tikar, maka berapa ratus ribu atau berapa juta pekerja di sektor tembakau yang akan menganggur? Jika wacana ini benar diterapkan, bagaimana nasib para petani tembakau yang memiliki kontribusi penting bagi penerimaan negara melalui penerapan cukai, pajak, bea masuk/bea masuk progresif, pengaturan tata niaga yang sehat maupun pengembangan industri hasil tembakau bagi kepentingan nasional?

Sebab, dikabarkan industri tembakau kita telah mampu memberi kontribusi perpajakan terbesar dengan angka 52,7% jika dibanding BUMN yang 8,5%, Real estate dan konstruksi 15,7% maupun kesehatan dan farmasi yang hanya 0,9%.

Data tersebut bisa jadi merupakan fakta pembenaran bahwa hingga hari ini industri tembakau kita merupakan industri padat karya yang menyerap jumlah tenaga kerja lebih dari 6,1 juta dan mampu menciptakan beberapa mata rantai industri yang dikelola oleh rakyat, seperti pertanian, perajangan, pembibitan dan lainnya.

Kabarnya lagi, bisnis dari asap industri rokok dan tembakau ini berkontrubusi dalam pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan industri 5-7%. Penerimaan negara lewat cukai merupakan kebijakan penerimaan negara (APBN) yang signifikan sebesar 141,7 T. Industri tembakau-rokok berkontribusi dalam output nasional 1,37% atau setara USD 12,18 Miliar,.

Terlepas dari fakta tersebut di atas dan ditambah dengan semua pro-kontra, jika aturan ini ditetapkan beneran, saya hanya menghitung berapa pengeluaran saya untuk sekedar menghisap asap tembakau ini. Jika dalam sehari saya menghabiskan sebungkus rokok seharga Rp 50 ribu, maka dalam sebulan setidaknya butuh Rp1.5 juta untuk membeli rokok.

Hmmm… Ternyata harga ‘asap’ mahal juga yaaa?

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim