Ini Aliran Uang Pungli KTP Rp4,5 Juta di Kelurahan Mandar Banyuwangi

Ini Aliran Uang Pungli KTP Rp4,5 Juta di Kelurahan Mandar Banyuwangi
Sumardi, Staf Kelurahan Mandar Banyuwangi, saat ditemui TerasJatim.com, Jumat (16/09)

TerasJatim.com, Banyuwangi – Hebohnya kasus dugaan pungli pengurusan KTP di salah satu wilayah kelurahan di Banyuwangi Jawa Timur, memantik beragam pertanyaan. Bagaimana bisa hanya untuk mengurus dokumen kependudukan saja, Rena Yolanda Oktavia warga Banyuwangi harus merogoh kocek hingga 4,5 juta rupiah.

Wartawan TerasJatim.com di Banyuwangi akhirnya berhasil menemui Muhammmad Yusuf selaku Mudin Kelurahan Mandar Banyuwangi yang namanya disebut-sebut terlibat dalam kasus pungli ini.

Kepada TerasJatim.com, Muhammad Yusuf akhirnya berani menceritakan yang sebenarnya tentang aliran dan pembagian uang pungli pembuatan KTP tersebut.

Menurutnya dari dana sebesar 4,5 juta rupiah yang diterima dari Rena Yolanda Oktavia, sebanyak Rp500 ribu untuk paman suami Rena, Rp450 ribu untuk Sumardi Staf Kelurahan Mandar yang berstatus PNS, Rp1,5 juta untuk Almarhum Lurah yang saat itu menjabat, dan Rp1 juta diterima untuk dipergunakan sebagai biaya pengurusan pernikahan dan yang Rp50 ribu untuk uang bensim.

“Saya dapat Rp1 juta 50 ribu, sebagai jasa membantu proses pembuatan KTP hingga acara selamatan nikah,” akunya kepada TerasJatim.com, di kantor Kemenag Banyuwangi.

Dikonfirmasi terpisah, Sumardi selaku Staf Kelurahan Mandar Banyuwangi tidak membantah jika dirinya menerima uang sebesar Rp450 ribu. “Iya mas saya memang menerima Rp450 ribu, tapi kan niat saya membantu,” dalihnya.

Sementara itu Kasi Bimas Islam Kemenag Banyuwangi, Moh Jali menegaskan, bahwa Kemenag Banyuwangi dan jajarannya di tingkat bawah, yakni KUA setempat tidak terlibat dalam kasus pungli tersebut. Sebab menurutnya berdasarkan berkas yang dimiliki, Rena dinikahkan dikantor KUA, bukan di tempat lain, sehingga tidak ada beban biaya apapun. “Kalau nikah di kantor KUA gratis, apalagi kami sudah panggil staf bawahan kami, mereka tidak menerima uang sepeserpun,” ujar Jali.

Sedangkan Muhammad Yusuf yang menerima uang, lanjutnya, dia tidak masuk dalam struktur KUA, karena saat ini status seorang Mudin sudah lepas seperti wiraswasta yang berdiri sendiri dan memberikan jasa kepada masyarakat.

Terkait surat nikah yang sudah terbit tanpa adanya KTP, menurut Jali, meskipun yang perempuan belum memiliki KTP, tapi karena kondisi tertentu yang mendesak untuk dinikahkan, maka hal itu dapat pengecualian. Terlebih saat itu berkasnya sudah lengkap, termasuk surat pengantar pengganti KTP.

Selain itu sebelum dinikahkan, pihak KUA sudah melakukan klarifikasi kebenaran berkas kepada calon pengantin. Saat itu calon pengantin menyatakan bahwa berkas tersebut benar adanya. “Jadi surat nikah itu sah secara hukum, bukan surat nikah palsu,” imbuhnya.

Menurutnya jika ada pihak yang tidak berkenan  dengan surat nikah tersebut, karena belakangan diketahui ada pemalsuan data di tingkat bawah, maka yang berhak mencabut atau membatalkan yakni Pengadilan Agama melalui sidang pengadilan. (Irh/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim