Haruskah Pekerjaan Rumah (PR) Untuk Siswa Dihapuskan?

Haruskah Pekerjaan Rumah (PR) Untuk Siswa Dihapuskan?

TerasJatim.com – Pekerjaan rumah (PR) merupakan tugas yang diberikan oleh guru kepada muridnya untuk dikerjakan di rumah. Pekerjaan rumah selama ini menjadi momok bagi kebanyakan murid di Indonesia. Ini merupakan hal yang wajar, karena dalam penerapannya seringkali murid dibebankan dengan begitu banyak tugas dari setiap mata pelajarannya. Tentu saja murid menjadi kewalahan dan tertekan.

Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan rencananya untuk menghapuskan PR dari sistem pendidikan di Indonesia. Gagasan ini bukanlah suatu hal yang baru. Kabar untuk menghapuskan PR sudah lama beredar di kalangan pelajar. Akan tetapi, belum ada pelaksanaan yang konkret dari program ini.

Lain halnya di Blitar Jatim, para guru di sana telah dilarang untuk memberikan tugas kepada murid. Bahkan, Dinas Pendidikan Kota Blitar juga telah mengeluarkan surat edaran mengenai hal tersebut. Alasan utama dibalik gagasan ini agar para siswa dapat bersosialisasi di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pekerjaan rumah dinilai menjadi penghalang bagi siswa untuk bersosialisasi karena menyita waktu terlalu banyak. Selain itu, penghapusan pekerjaan rumah juga dinilai mampu untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia.

Mengacu pada negara Finlandia yang dianggap memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia, guru tidak pernah membebankan tugas kepada muridnya serta disana juga tidak menggunakan ujian nasional untuk mengevaluasi hasil belajar murid-muridnya.

Ini merupakan kabar yang sangat membahagiakan bagi para murid. Mengingat bagaimana tertekannya mereka terhadap tugas-tugas yang diterima. Namun, apakah ini keputusan yang bijak untuk diterapkan?

Sebenarnya, PR memiliki peran yang penting dalam pembelajaran. PR membantu mengengembangkan kemampuan siswa untuk belajar mandiri. Dengan mengerjakan tugas secara mandiri, pemahaman siswa akan menjadi lebih baik, karena mereka telah berusaha untuk memecahkan permasalahan dengan maksimal.

Selain itu, pemberian PR juga membantu siswa untuk mengatur pembagian waktu mereka. Siswa harus bisa membagi waktunya antara bermain dan mengerjakan tugas. Jika tidak, terjadi ketidakseimbangan dalam aktivitas kesehariannya.

Apabila terlalu banyak bermain, maka tugas mereka akan tertinggal. Tetapi, apabila terlalu larut dalam tugas belajarnya, mereka pun akan kehilangan waktu bermain.

PR tidak perlu dihapuskan, hanya saja perlu pengembangan sistem pemberian tugas agar tidak terlalu memberatkan siswa. Sekolah bisa mengatur untuk pemberian kuota tugas dalam seminggu, sehingga diperlukan pendataan tugas apa saja yang telah diberikan.

Apabila kuota tugas dalam seminggu telah penuh, maka siswa bisa memberitahu guru lain untuk memberi tugas tambahan. Oleh karen aitu, diperlukan koordinasi yang bagus antara guru dan murid agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Pekerjaan rumah dan sosialisasi

Jika PR benar-benar dihapuskan, tidak ada yang menjamin siswa untuk bersosialisasi di lingkungan sekitar seperti yang diharapkan. Siswa tetap akan lebih banyak berdiamdiri di rumah. Ditambah lagi dengan orang tua yang sibuk bekerja dan jarang di rumah.

Kesempatan anak untuk bermain bersama keluarga pun tetap tidak meningkat, serta tidak ada lagi yang mengawasi kegiatan anak di rumah. Membiarkan anak seorang diri di rumah bukanlah keputusan yang bagus. Akan lebih baik apabila siswa mengerjakan tugas daripada melakukan hal-hal yang tidak diharapkan.

Ditambah dengan kemajuan teknologi yang membuat setiap orang dapat menggunakan gadget dengan mudah. Hal ini pun semakin menarik penggunanya untuk berperilaku soliter. Untuk itulah pemerintah perlu mengadakan evaluasi lebih lanjut mengenai masalah ini.

Jika perlu, pekerjaan rumah ini tidak perlu dihapuskan, hanya perlu pengurangan intensitas pemberian tugas agar tidak terlalu menyusahkan siswa.

Fauzan Azima untuk TerasJatim.com

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim