Gubernur Jatim Pimpin Apel Kesiapsiagaan Bencana
TerasJatim.com,, Surabaya – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa didampingi Pangdam V/Brawijaya, Kapolda Jatim, dan Pangkoarmada II, memimpin Apel Gelar Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Alam, di lapangan upacara Makodam V/Brawijaya, Kamis (20/10/2022) siang.
Dalam sambutannya, Gubernur menyampaikan, Jatim memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan, kerusakan harta benda, serta dampak psikologis.
Oleh karena itu, pemantauan kondisi alam dan aktivitas terhadap potensi bencana pada daerah-daerah yang memiliki risiko tinggi, perlu dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan semua elemen strategis di semua daerah di Jatim.
Menurut Khofifah, pada 17 Oktober 2022, BMKG telah merilis tentang potensi cuaca ekstrem di Jatim, dimana hasil analisis dinamika atmosfer menunjukkan adanya pola konvergensi serta perlambatan kecepatan angin yang dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan pertumbuhan awan hujan, serta aktifnya fenomena gelombang atmosfer ekuatorial serta suhu permukaan laut di perairan Jatim masih hangat, dengan anomali antara 0,5 sampai 2,5 derajat celcius yang mengakibatkan suplai uap air akan semakin banyak di atmosfer.
Kondisi ini mempengaruhi pembentukan awan-awan comulonimbus yang semakin intens dan dapat menyebabkan cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, angin kencang, angin puting beliung dan kemungkinan bisa terjadi hujan es. “Potensi terhadap intensitas hujan yang tinggi memungkinan terjadinya banjir, banjir bandang, dan longsor. Oleh karena itu seluruh antisipasi dan mitigasi harus dilakukan semua elemen secara berjenjang dan terstruktur,” tutur Khofifah.
Dikatakannya, peralatan sudah disiapkan, dari mulai alat berat sampai teknologi canggih. Meski begitu, kesiapsiagaan seluruh lini tetap harus dilakukan. “Saya mohon seluruh warga, ayo bergotong royong, pastikan saluran air tidak ada sampah yang menjadi tersumbatnya aliran air,” pinta dia.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah sedimentasi di berbagai wilayah harus dilakukan pengerukan. Pintu air, baik manual maupun hidrolik dipastikan berfungsi dengan baik. Semua pemegang kunci pintu air, harus di sekitar Dam atau waduk, sehingga bisa memonitor volume air.
Soal penanganan korban, Puskesmas dan rumah sakit di seluruh wilayah Jatim menyatakan kesiapannya. Sedangkan kesiapan logistik dan pelayanan kesehatan juga dirancang di setiap titik. “Kecepatan penanganan menjadi sangat penting. Kemudian mengenai logistik, dapur umum lapangan dan lain lain semuanya harus berseiring,” imbuh Khofifah.
Lebih lanjut dikatakannya, berdasarkan kondisi cuaca dan iklim serta jumlah kejadian bencana yang terjadi di Jatim akhir-akhir ini, paling tidak ada 5 hal yang harus diwaspadai. Yakni, pertama, masing-masing kepala daerah bisa membuat rencana kontingensi sesuai dengan potensi peta bencana yang akan terus di update oleh BMKG, sehingga kemungkinan terjadinya kerugian akibat bencana alam bisa diminimalisir secara bersama-sama.
Kedua, masing-masing kepala daerah dan unsur Forkopimda dapat mengecek kesiapan personel dan peralatan penanggulangan bencana alam. “Selain personel yang andal dan berpengalaman juga berbagai peralatan penanggulangan bencana kita bisa menyaksikan baik yang disiapkan jajaran Kodam V/Brawijaya, Koarmada II, dan Polda Jatim,” tuturnya.
Ketiga, latihan secara terpadu harus dilakukan, sehingga masing-masing sektor akan mengerti apa yang dilakukan saat terjadi bencana alam sehingga bisa dimitigasi sesuai dengan peta yang akan terus di update BMKG. Keempat, memperkuat koordinasi antar lembaga dalam satu cluster penanganan darurat untuk penanggulangan bencana yang lebih profesional. Dan yang kelima melakukan monitor dan pemantauan perkembangan cuaca di wilayah masing-masing secara terus-menerus.
“Pada masa mendatang tantangan terhadap pelaksanaan tugas upaya penanggulangan bencana harus terus kita ubah dari paradigma penanggulangan bencana yang selama ini lebih banyak bersifat reaktif dan responsif, menjadi penanggulangan bencana yang bersifat preventif, yaitu dengan membuka ruang yang lebih luas terhadap kegiatan-kegiatan pengurangan resiko bencana,” pungkas dia. (Jnr/Kta/Red/TJ)