Dua Terdakwa Anggota Kodim Lamongan Berdalih Diperintah Atasan

Dua Terdakwa Anggota Kodim Lamongan Berdalih Diperintah Atasan

TerasJatim.com, Madiun – Dua terdakwa kasus meninggalnya Kopka Andi Pria Dwi Harsono, anggota kodim yang juga ajudan mantan Dandim Lamongan, yaitu Serma Joko Widodo dan Sertu M Hamzah, mengaku jika mereka hanya menjalankan tugas dari atasan.

Kedua anggota intel ini harus melaksanakan perintah atasannya, yakni Komandan Kodim Lamongan ARM, untuk menginterogasi Kopka Andi Pria Dwi Harsono. Diduga interogasi dengan kekerasan tersebut menyebabkan nyawa ajudan dandim tersebut melayang.

Jika menolak menjalankan perintah kedinasan, keduanya bakal berhadapan dengan KitabUndang-undang Hukum Pidana (KUHP) Militer. ‘’Jika tidak melaksanakan perintah, bisa terjerat pasal 103 KUHP Militer, dengan ancaman pidanan diatas dua tahun,’’ terang Kapten Sunaryo Wahyu, ketua tim penasihat hukum kedua terdakwa, kemarin (04/05).

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer (Dilmil) III/13 Madiun tersebut, Sunaryo mengungkap dua terdakwa meriksa korban terkait tudingan dugaan tindak pelecehan seksual atas perintah dandim. Dandim memang atasan yang berhak menghukum (ankum), namun polisi militer dan oditur yang berhak memeriksa dan dapat dinaikkan ke persidangan militer. ‘’Kapasitas dua terdakwa atas perintah atasan langsung,’’ terangnya.

Diakui, kedua kliennya ikut melakukan tindak kekerasan. Joko Widodo  memukul punggung korban dua kali dengan slang air. Sementara M Hamzah menggunakan lipatan koran ke paha korban dua kali. Sesuai hasil otopsi dan visum, korban tewas karena patah tulang pangkal lidah dan ada jeratan bekas jeratan di sekitar leher. ‘’Sehingga penganiayaan yang berakibat hilangnya nyawa oleh kedua terdakwa tidak terpenuhi,’’ bebernya.

Di depan majelis hakim Joko Widodo membenarkan keterangan penasihat hukumnya tersebut. Selang itu diambil dari atas meja yang diletakkan dandim lantaran sedang sedang menelepon istrinya. Kata dia, itu dilakukan agar komandannya tidak membabi buta menganiaya korban. ‘’Itu saya lakukan agar tidak digunakan memukul lebih banyak lagi oleh komandan,’’ akunya.

Pemeriksaan di ruang intel pada 13 Oktober 2014 berhenti tepat pukul 22.30. Seluruh anggota di ruang itu keluar kecuali korban. Dandim ARM lantas pulang ke rumah dinas. Sekitar 30 menit kemudian kembali dan memberi uang Rp 100 ribu untuk beli nasi goreng, termasuk untuk korban. ‘’Setelah itu saya dan Mintoro langsung pulang ke rumah, dan besoknya korban ditemukan meninggal,’’ terangnya.

M Hamzah orang terakhir yang bersama korban. Saat itu dia sedang piket di ruang intel. Dalam sidang kemarin Hamzah sempat dicecar Oditur Militer Letkol Laut (KH) Ediyanto Kesumo. Di antaranya sosok sekelebat yang dilihat nya berada satu ruang bersama korban. ‘’Saya melihat sekelebat komandan kodim,’’ katanya, sambil menyebut terjaga setelah mendengar suara. (Bud/Red/TJ/radarmadiun)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim