Buron Kasus Korupsi Gedung DPRD Kota Madiun Tertangkap di Mataram

Buron Kasus Korupsi Gedung DPRD Kota Madiun Tertangkap di Mataram

TerasJatim.com, Madiun – Setelah kabur selama 5 tahun, pelarian Moh Shonhaji (47), yang merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan gedung DPRD Kota Madiun, akhirnya terhenti. Ini setelah Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung berhasil menangkapnya di Perum Griya Pesona Rinjani, Jalan Adi Sucipto, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Rabu (31/08/2022) malam.

Shonhaji, warga Gunung Anyar Surabaya, tercatat sebagai narapidana perkara korupsi berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Nomor: 147/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Surabaya, tanggal 16 Oktober 2017.

Dalam putusan majelis hakim, Shonhaji terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek fisik yang telah merugikan negara senilai Rp1,065 miliar. Dia dijatuhi pidana penjara 6 tahun dan denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, dia harus pengganti kerugian negara sedikitnya Rp312 juta subsider 3 tahun penjara.

Untuk sementara, Shonhaji yang merupakan DPO sejak 5 tahun lalu itu ditahan di Lapas Mataram. “Sementara terpidana kita titipkan di Lapas Mataram,” kata Kasi Intelijen Kejari Kota Madiun, Akhmad Heru Prasetyo, Kamis (01/09/2022).

Heru juga menambahkan, hingga saat ini masih ada 1 terpidana lainnya yang masih ditetapkan DPO dan belum tertangkap, yakni Kaiseng, yang juga menjadi DPO sejak 30 Mei 2016 lalu.

BACA: https://www.terasjatim.com/terbukti-korupsi-mantan-sekretaris-dprd-kota-madiun-divonis-16-bulan-penjara/

Untuk diketahui, kasus korupsi ini bermula saat Pemkot Madiun menganggarkan dana sebesar Rp29,3 miliar dalam APBD tahun 2015 untuk pembangunan gedung DPRD di atas lahan seluas 20.615 meter persegi.

Kemudian dilakukan proses tender fisik, hingga akhirnya dimenangkan oleh PT. Aneka Jasa Pembangunan (PT AJP). Sedangkan tender manajemen kontruksi (MK) dimenangkan oleh PT. Parigraha Konsultan (PT PK).

Mulai awal pembangunan hingga habis kontrak tanggal 31 Desember 2015, pekerjaan kontruksi belum selesai dikerjakan. Saat itu, MK menyatakan jika progress pekerjaan sudah mencapai 95 persen. Itu artinya, hanya kurang 5 persen saja untuk menyelesaikannya.

Atas dasar perhitungan MK, kemudian pengguna anggaran (PA) sekaligus Sekwan pada saat itu, Agus Sugijanto, dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Widi Santoso, melakukan konsultasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Hingga diperbolehkan untuk melakukan perpanjangan waktu selama 50 hari. Dengan konsekwensi, PT AJP sanggup membayar denda seper-seribu dari nilai kontrak per-harinya.

Namun sepertinya PA dan PPTK ditipu oleh laporan progress yang disuguhkan MK. Nyatanya setelah diberikan tambahan waktu 50 hari atau mulai awal tahun 2016, pelaksana juga tidak sanggup untuk menyelesaikan pekerjaan yang diklaim hanya kurang 5 persen saja.

Belakangan diketahui hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jatim, progress pembangunan hanya mencapai 87,7 persen. Sementara hitungan tim ahli dari tim Politeknik Bandung hanya mencapaib 85,0996 persen. PA lantas mengambil langkah tegas dengan melakukan pemutusan kontrak kepada PT AJP.

Hal itu akhirnya terdengar tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, hingga akhirnya menyeret 6 orang untuk dibawa ke Pengadilan Tipikor Surabaya. Keenamnya, yakni Agus Sugijanto (PA), Widi Santoso (PPTK), Hedi Karnomo (Dirut PT AJP), Soemanto (Direktur PT PK;MK) Iwan Suasana (Wakil PT PK;MK), Aditya Nerviadi (pelaksana lapangan). Sementara pada saat itu, 2 orang lainnya, yakni Kaiseng dan Shonhaji ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).

Saat sidang putusan, pada Senin (27/02/2017), Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Matheus Samiaji menyatakan, jika keenam orang tersebut bersalah dan dijatuhi vonis berbeda-beda.

Terdakwa Direktur Utama PT AJP, Hedi Karnomo divonis 1 tahun penjara dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. Sebelumnya, Hedi Karnomo selaku Justice Collaborator (JC) dituntut oleh JPU 1 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp75 juta, subsider 3 bulan penjara.

Mantan Sekwan DPRD Kota Madiun merangkap PA dan PPK, Agus Sugijanto, divonis 1 tahun 4 bulan penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Sebelumnya, JPU meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dengan denda Rp100 juta atau subsider 4 bulan penjara.

Kasubag TU dan Protokol Sekwan DPRD Kota Madiun merangkap PPTK, Widi Santoso, divonis 1 tahun 2 bulan kurungan penjara dengan denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU yang meminta 1 tahun 10 bulan penjara dengan denda Rp. 50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Wakil PT PK (MK), Iwan Suasana dan pelaksana lapangan, Aditya Nerviadi, yang sebelumnya dituntut oleh JPU 2 tahun penjara dengan denda Rp100 juta atau kurungan penjara selama 4 bulan. Namun oleh majelis hakim, Iwan Suasana divonis 1 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara. Sedangkan Aditya divonis 1 tahun 4 bulan penjara dengan denda Rp 50 juta atau 3 bulan kurungan penjara.

Direktur Utama PT PK (MK), Soemanto, sebelumnya dituntut 2 tahun penjara dengan denda Rp.100 juta subsider 4 bulan penjara. Akhirnya majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 2 bulan penjara dengan denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan kurungan. (Kta/Red/TJ/Ew-KBRN)

BACA: https://www.terasjatim.com/kasus-korupsi-mega-proyek-dprd-kota-madiun-segera-disidangkan/

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim