Babak Baru, Kasus Korupsi Perdin Lamongan Seret Nama Istri Mantan Ketua DPRD

Babak Baru, Kasus Korupsi Perdin Lamongan Seret Nama Istri Mantan Ketua DPRD

TerasJatim.com, Lamongan – Kasus korupsi anggaran Perjalanan Dinas (Perdin) DPRD Lamongan tahun 2012, tampaknya bakal ada babak baru. Pasalnya, kasus korupsi uang rakyat senilai ratusan juta rupiah tersebut, diduga telah menyeret nama baru, yakni istri mantan Ketua DPRD Lamongan periode 2009-2014, MAS.

Di dokumen MOU, diketahui nama MAS muncul dalam akta kesepakatan perjalanan dinas DPRD Lamongan, berupa akta perjanjian kerjasama antara MAS dengan Muniroh,  pemilik Biro Perjalanan CV. Jaya Wisata yang saat ini sudah ditahan oleh tipikor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

“Tuduhan mark-up anggaran perjalanan dinas oleh Muniroh bukan merupakan kesepakatan antara Muniroh dengan para ketua komisi,” ungkap Agus Happy Fajariyanto, pengacara tiga mantan ketua Komisi DPRD Lamongan.

Tiga mantan ketua komisi tersebut adalah Jimmy Harianto mantan Ketua Komisi A, A. Fatchur mantan Ketua Komisi B dan Sulaiman mantan Ketua Komisi D, DPRD Lamongan, yang kesemuanya kini sudah dijebloskan ke rutan Medaeng.

Agus menambahkan, akta perjanjjan antara Muniroh Biro Perjalanan CV. Jaya Wisata dengan MAS tersebut, sebagai pihak pelaksana kegiatan DPRD Lamongan terjalin mulai 15 Juni 2012 sampai 2014. Dalam kesepakatan dengan Notaris Hj Rahayu Sri Utami, yang bertempat di Jalan Veteran nomor 198, Segoromadu, Gresik bernomor AHU-460.AH.02.01-Tahun 2011, Muniroh sebagai pihak pertama harus memberikan uang sebagai fee sebesar Rp 25 juta kepada pihak kedua MAS, setiap ada kegiatan perjalanan dinas kunker dewan Lamongan.

“Setiap kali ada kegiatan kunjungan kerja DPRD Lamongan. Perjalanan dinas yang disebutkan kemarin itu keluar pulau seperti Batam, Kalimantan. Ini kan gak boleh perjanjian seperti ini menurut undang-undang tipikor,” terangnya.

Selain itu, Agus menerangkan perjanjian ini adalah perjanjian otentik menurut hukum. Pasalnya, dibuat dengan melibatkan notaris. “MAS ini sebagai apa, padahal pagu anggaran berasal dari APBD,” ujarnya. “Pencairan tidak sesuai prosedur, karena untuk memenuhi perjanjian ini, sehingga ada tuduhan ketua komisi me-mark up dana. Ketua komisi tidak berwenang mencairkan dana, yang mencairkan itu Sekretaris Dewan dan yang mengatur juga pihak Sekwan (Abdul Munir eks Sekwan dan Rivianto eks PPTK Setwan, red),” Ujarnya.

Jika dihitung, lanjut Agus, dalam satu tahun setiap komisi melakukan perjalanan dinas sebanyak empat kali. “Perjalanan dinas 8 kali satu komisi pertahun, jadi tinggal dikalikan 4 komisi. Maka di sini MAS dalam satu tahun diduga mendapatkan fee sebanyak Rp 800 juta dari Muniroh,” ungkapnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus perjalanan dinas ini merugikan negara sebesar Rp 800 juta. Dari hasil audit, penyidik menemukan kebocoran anggaran negara mencapai Rp 800 juta dari semula Rp 2,4 miliar. Setelah sebelumnya ada pengembalian dana ke kas negara sebesar Rp 1,6 miliar dari total dana Rp 3,2 miliar.

“Persoalan perdin terungkap, asalnya dari mana ? Ya ini sebabnya, persoalan perdin berasal dari sini,” tegas Agus. Lanjutnya, pihaknya menyimpulkan, bahwa tuduhan jaksa terhadap ketiga kliennya selama ini salah.

Terkait kasus tersebut, saat TerasJatim.com berusaha untuk mengklarifikasi terhadap MAS, ketika ditemui di kantornya di sebuah dealer sepeda motor di Jalan Panglima Sudirman, staf-nya mengatakan tidak ada dan tidak berkenan untuk menerima awak media. Sementara saat dihubungi pertelepon, selulernya tidak aktif. (Crus/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim