Ayo Ngopi, Ben Gak ‘Salah Paham’
TerasJatim.com, – Jika saja saya ditanya, sejak kapan punya kebiasaan ngopi, saya mungkin harus mengingat-ingat kembali kapan pastinya. Tapi yang jelas, saya sudah terbiasa dengan minuman rakyat itu. Buat saya, kopi adalah kebutuhan. Perasaan ada yang beda, jika dalam sehari belum ketemu dan nyeruput kopi.
Saat ada tamu atau teman datang, biasanya saya tawari kopi. Kalau tamu saya kebetulan punya kebiasaan ngopi, pasti saya suguhi kopi. Begitu juga kalau saya datang mertamu. Kalau ditawari selain kopi, saya biasanya lebih memilih air putih saja. Meski dalam hati saya mbatin, kok gak ditawari kopi yo? hehe
Ada yang beranggapan bahwa kebiasaan ngopi tidaklah sehat. Karena unsur cafein di dalam kopi bisa menimbulkan masalah kesehatan, khususnya di asam lambung. Selain itu, ada yang meyakini bahwa kandungan cafein di dalam kopi merupakan stimulan yang bisa menyebabkan orang ketagihan, kuat melek dan membuat seseorang tidak bisa tidur.
Mungkin, itu hanyalah sugesti, dan bisa jadi menganggap kopi adalah teman hidup. Sederhananya, sirahe ngelu kalau gak ngopi.
Buat saya, kopi adalah minuman biasa dan jamak jika dikonsumsi dengan cara wajar. Kalau toh memang tak ada kopi-pun, saya juga tidak merasa pusing.
Saya melihat kebiasaan ngopi sekarang sudah bergeser lumayan jauh. Ngopi bukan sekedar karena nyandu atau budaya umum. Tapi kopi dan ngopi sekarang sudah menjadi gaya hidup baru.
Buat orang yang strata ekonomi sosial (SES)-nya premium, seperti profesional dan pengusaha, ngopi bukan sekedar ngopi biasa. Tapi sudah menjadi ukuran gengsi.
Mereka cenderung menghabiskan waktunya untuk ngopi dengan teman dan relasinya di tempat nongkrong yang berkelas, dan menghadirkan suasana yang santai, serta jauh dari hiruk pikuk rutinitas. Biasanya tempat yang mereka pilih adalah di sejumlah kedai kopi hotel-hotel berbintang.
Sedang, untuk orang muda yang tingkat ekonominya tengah-tengah, mereka cenderung menyukai tempat ngopi yang lumayan ramai tapi adem. Semisal di kedai brand kopi kenamaan yang banyak bertebaran di jalan-jalan protokol kota atau banyak juga di coffee shop dan pusat perbelanjaan.
Beda lagi sama mereka yang gemar ngopi tapi kantong cekak. Pilihan ngopinya gak ribet. Cukup cari warkop yang free wifi. Soal tempat, buat mereka gak ngaruh. Bisa di pinggir jalan atau di atas trotoar alun-alun. Yang penting mereka bisa ngumpul dengan komunitasnya, bisa ramai-ramai membahas topik dan isu apa saja. Namun yang lebih penting lagi, mereka bebas internetan sepuasnya dengan gratis.
Makanya tak heran jika di kalangan masyarakat bawah, warung kopi menjadi primadona bisnis baru. Mereka yang merintis sebagai usahawan dan sedang belajar bisnis, kebanyakan mereka mengambil peluang ini. Selain tidak terlalu membutuhkan modal yang gede, adanya budaya ngopi adalah peluang untuk meraup cuan.
Saya mengamati di beberapa kota yang pernah saya kunjungi, setiap kali ada warkop yang bertuliskan free wifi, biasanya tidak pernah sepi dari orang ngopi.
Hal ini disadari betul oleh mereka yang membuka lapak warkop, bahwa piranti wifi adalah modal dasar untuk menggaet calon pembeli. Tidak lengkap rasanya, jika ngopi tanpa fasilitas wifi gratis.
Buat saya, budaya ngopi selama disikapi dengan baik, banyak menyimpan potensi dan manfaat. Selain membuka lapangan dan lahan bisnis baru, masyarakat dan komunitas warung kopi akan menjadi melek informasi tentang segala macam informasi dan isu hangat yang sedang terjadi.
Dari yang awalnya hanya sekedar cangkruk, kadang kita menemukan banyak inspirasi di dalamnya. Biasanya, di komunitas ngopi banyak isu hangat untuk di-ghibah-kan. Entah itu terkait sulitnya ekonomi di tengah pandemi, peristiwa sosial lainnya, hingga topik ringan soal hal sepele lainnya.
Paling tidak, pribadi yang awalnya dinilai kuper dan tak paham isu aktual, dengan kebiasaan nyangkruk di warung kopi, pulangnya banyak mendapatkan bekal informasi, yang pada akhirnya bisa terinspirasi untuk memulai sebuah kreasi baru yang lebih berarti.
Jika disikapi dengan positif, warung kopi bisa sebagai kawah chandra dimuka-nya pribadi seseorang untuk belajar menempa diri dan bersosialisasi terhadap kondisi sekitarnya.
Malahan, karena kebiasaan dan seringnya berdiskusi di warung kopi, banyak lahir politisi-politisi lokal baru yang lumayan jago untuk diajak debat dan diskusi.
“Ayo Ngopi, Ben Gak ‘Salah Paham’.
Salam Kaji Taufan
(kajitaufan@terasjatim.com)