ASTINDO Bangun Supermarket Virtual Resmi
TerasJatim.com, Surabaya – Dalam meningkatkan pelayanan dan menghadapi tingginya persaingan bisnis tiket pesawat atau travel agent, para agen yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan Indonesia (Astindo) sepakat membentuk wadah berupa website atau supermarket virtual.
Dikatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Astindo, Elly Hutabarat, website tersebut sudah diupayakan berbadan hukum dan diurus sejak Agustus lalu.
“Webside ini nantinya berfungsi untuk menampung seluruh anggota Astindo yang berjumlah sekitar 600 dan tersebar di 13 provinsi, untuk berjualan bersama,” ungkapnya.
Diakui Elly, era digital sekarang ini memang menuntut berbagai kemudahan yang praktis. Dan digital marketing menjadi pilihan utama masyarakat, ketimbang pola-pola direct pada umumnya.
“Ini adalah bentuk antisipasi dan langkah ke depan menghadapi tantangan ketatnya persaingan di era digital,” lanjutnya.
Hal ini juga diakui Ketua Bidang Organisasi Astrindo, Bagus Supriyatno, yang mengatakan bahwa digital marketing akan jadi bisnis model di semua jenis bisnis.
“Ini juga untuk mengakomodasi keinginan anggota yang menginginkan memiliki wadah bersama untuk jualan,” terangnya.
Sementara mengenai merosotnya ekonomi nasional, diakui Elly, sangat memukul industri penjualan tiket pesawat, karena itu berdampak pada penurunan masyarakat yang membelanjakan dananya untuk kegiatan traveling.
“Traveling atau wisata adalah urutan yang kesekian bagi masyarakat di bawah kebutuhan pokok seperti makan, sekolah, dan lainnya. Tentu ini yang menjadi penyebab turunnya bisnis yang kita geluti ini,” tambah Elly.
Karena itu Elly sangat berharap pemerintah segera mengembalikan kondisi ekonomi sehingga stabil, karena usaha kami sangat tergantung stabilnya kondisi perekonomian.
“Bagi kita, asal nilai tukar rupiah stabil aja, kita bisa usaha,” ucapnya.
Selain itu, Astindo juga mendesak pemerintah untuk tegas dalam menertibkan keberadaan Online Travel Agent (OTA) atau situs layanan pemesanan tiket pesawat dan hotel yang menjamur yang dianggap memicu persaingan tidak sehat.
“Pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan perpajakan harus tegas. Karena travel agent sendiri sudah pasti membayar pajak dan punya izin usaha sehingga tidak bisa banting harga tiket. Sedangkan OTA, untuk merebut pasar banyak yang menjual tiket di bawah harga,” tandas Elly.
Bahkan menurut Koordinator Public Relations Astindo, Dyah Permatasari, keberadaan OTA dalam dua tahun terakhir cukup berdampak penurunan penjualan travel agent hingga 40%. Ini disebabkan karena selama ini selisih harga tiket yang dijual oleh travel online sekitar 4% lebih rendah dari yang konvensional. Dan, keberadaan mereka yang tidak jelas kerap merugikan konsumen yang tidak peka dengan harga murah.
“Konsumen kadang tidak tahu OTA ini berkantor dimana dan seperti apa. Bahkan beberapa kasus yang pernah kami tampung, ada konsumen yang sudah membayar tiket online secara full tapi ketika sampai airport namanya tidak ada,” papar Dyah.
“Untuk itu, Asosiasi telah berencana melaporkan persaingan tidak sehat ini ke KPPU. Saat ini, dengan dibantu pengacara, Astindo tengah mengumpulkan data,” lanjutnya.
Sementara itu, di saat hampir bersamaan Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Moh.Alwi, menyatakan, untuk mengontrol persaingan penjualan tiket penerbangan Kemenhub baru saja mengeluarkan regulasi untuk batas harga tiket, yakni ke bawah tidak boleh kurang dari 30%, dan ke atas tidak lebih dari 110%.
“Batas harga tiket sudah diformulasikan. Artinya harga tiket tidak boleh di luar koridor yang sudah ditentukan. Kalau ada laporan yang melanggar, sanksinya pencabutan izin rute,” kata Alwi. (Ep/J)