Asa Petani Cabai di Kota 1001 Gua
TerasJatim.com, Pacitan – Pagi baru saja mekar, para petani cabai di Dusun Sidoharjo, Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jatim, mengawali hari dengan aktivitas seperti biasa. Mereka, menyiapkan segala sesuatu untuk tanam ribuan bibit cabai.
Sedari pagi, terlihat puluhan orang begitu sibuk di area pertanian. Dengan penuh semangat, mereka tampak bahu membahu merampungkan tugas, sebelum bupati beserta rombongan bertandang dalam hal pencanangan gerakan menanam cabai.
“Hari ini kami tanam bibit cabai. Jenis rawit,” kata Somad, anggota kelompok tani (Poktan) yang menamai dirinya Setya Karya, di sela tanam cabai, Kamis (14/11/2024).
Di wilayah yang punya ketinggian 644 meter di atas permukaan laut (mdpl) (data BPS) itu, udara terasa begitu sejuk. Pun suasana pedesaan dengan pemandangan perbukitan, lahan pertanian terasering, yang elok dipandang.
Tak jauh dari pusat kecamatan jalan aspal, lahan yang digarap oleh kelompok tani tersebut bukan di tanah sendiri. Tetapi, mereka sewa tanah bengkok desa setempat dengan harga yang bisa dibilang cukup tinggi.
“Lahan yang kami persiapkan untuk tanam cabai ini sekitar 1 hektar. Bibitnya saya perkirakan 6.000 batang. Lahan ini kami sewa. Selama tiga tahun, itu Rp10 juta,” papar Somad.
Untuk mengolah lahan pertanian itu, ternyata duit yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Mulai dari beli pupuk, plastik mulsa untuk tutup lahan, hingga bayar tenaga, nominalnya mencapai belasan juta. “Plastik mulsa 3 rol, pupuk dasarnya 1 ton, ditambah fertiphos dan dolomit. Kalau modal total plus tenaga, itu sekitaran Rp15 juta untuk olah lahan 1 hektar ini,” bebernya.
Sebelumnya, para petani cabai di Desa Nawangan sudah menaja secara mandiri di lahan mungil, dengan jumlah yang sedikit. Hanya saja, lanjut Somad, mengingat belum ada penyuluh yang mendampingi di lapangan, sehingga soal hasil belum bisa maksimal. “Tapi untuk (pencanangan) ini, mulai dari olah lahan sudah didampingi penyuluh,” katanya.
Pria paruh baya itu menilai, antusias masyarakat petani di desanya dalam hal menanam cabai, bahkan komoditas lain masih sangat rendah. Hal tersebut, kata dia, karena persoalan klasik yang tak asing menyapa telinga, yakni harga tidak stabil ketika musim panen tiba.
“Jadi, kita tanam itu hitungannya belum tentu jelas. Mulai persiapan benih, tanam hingga masa panen diperkirakan harga sekian, tapi pasca panennya harga jatuh. Jadi yang bikin kurang semangat petani ini karena kurangnya kestabilan harga,” urainya.
“Mudah-mudahan nanti pihak terkait, syukur ada penegasan supaya harga stabil. Sehingga kami jadi petani itu hitungannya jelas, dan untung,” sambungnya.
Di satu sisi, Somad pun menyadari, bahwa tanaman yang digeluti itu tidak semua hasilnya baik. Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab tanaman yang punya rasa pedas tersebut runyam. “Kegagalanya, tanaman kan tidak selalu bagus mulus, karena cuaca dan sebagainya. Tapi itu kan bukan soal harga. Selama ini yang jadi permasalahan kan karena harga,” ungkapnya.
Di lahan terasering atau bertingkat itu, Somad bersama anggota lainnya tidak hanya fokus pada komoditi tanaman cabai saja, tetapi mereka juga menanam beberapa jenis sayuran hingga umbi-umbian, yang nantinya diharapkan bisa menyokong pendapatan. “Selain dari pertanian, kami juga ada peternakan (di rumah). Jadi, selalu nyambung,” terang dia.
Pencanangan gerakan tanam cabai tersebut bukan hanya dilaksanakan di Kecamatan Nawangan saja, namun 12 kecamatan yang ada di Pacitan juga menunaikan hal serupa. Langkah itu pun dinilai tepat sasaran, bahkan akan jadi salah satu pengendali inflasi di kota 1001 gua.
“Gerakan (tanam cabai) ini, saya anggap langkah yang tepat untuk memastikan pasokan cabai tetap terjaga dan juga salah satu pengendali inflasi di Kabupaten Pacitan,” ujar Budi Sarwoto, PJs Bupati Pacitan, usai tanam cabai bersama Poktan di Desa Nawangan, Kamis siang.
Dalam pencanangan tersebut, pemerintah setempat memberi bantuan bibit cabai kepada masing-masing kecamatan sejumlah 1.000 batang, dengan harapan tanaman itu bisa dikembangkan, baik di sekitar kantor pemerintahan, di sekolah-sekolah hingga di pekarangan rumah warga.
“Jika hasil melimpah, ada beberapa solusi. Kita minta ASN Pemkab untuk membeli sesuai dengan harga normal. Kemudian bisa diolah. Jika harga tinggi, kita juga kerja sama dengan champion cabe Magelang untuk memastikan pasokan, sehingga harga bisa diturunkan,” imbuhnya.
Tanaman cabai ini dianggap jadi salah satu komoditas yang paling seksi, lantaran fluktuasi harga sering terjadi dan acap memicu inflasi di Pacitan. “Jadi, ketika harga naik masyarakat teriak, dan ketika harga cabai turun terlalu rendah, gantian petani yang teriak karena rugi,” ujar Sugeng Santoso, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pacitan.
Sugeng menambahkan, harga cabai saat ini masih normal, yakni untuk cabai keriting Rp19 ribu per kilogram, sedangkan cabai rawit di kisaran Rp.30 ribu per kilogram. “Untuk saat ini harga stabil. Kalau beberapa waktu lalu justru agak rendah,” tukasnya.(Git/Kta/Red/TJ)