Anggota Dewan Nilai Sejumlah Perda di Ngawi Mandul

Anggota Dewan Nilai Sejumlah Perda di Ngawi Mandul

TerasJatim.com, Ngawi – Anas Hamidi, salah satu anggota DPRD Kabupaten Ngawi mengaku prihatin dengan kondisi Peraturan Daerah (Perda) hasil inisiasi eksekutif maupun legislatif yang telah diputuskan, namun malah buntu di tengah jalan.

Pernyataan sikap legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berdasarkan penilaian selama ini yang seolah Perda yang telah di ‘dok’ melalui sidang paripurna sama sekali tak bertaring.

“Kita coba kembali ke beberapa tahun terakhir ada beberapa perda yang mandul dan seolah mentah begitu saja tanpa tindak lanjut yang jelas. Seperti perda tentang pengelolaan sampah yang diputuskan 2013 atau empat tahun lalu tanpa disertai dengan Peraturan Bupati (perbup-red) sehingga aturan itu tidak bisa dijalankan karena tidak ada petunjuk teknisnya,” jelas Anas Hamidi, Selasa (26/12).

Mandulnya perda tentang pengelolaan sampah, sambung Anas, berimbas pada sistem manajerial sampah di TPA Selopuro, Kecamatan Pitu yang tidak bisa dimanfaatkan maksimal.

Justru berdampak negatif bagi lingkungan sekitar menyusul sampah organik dan non organik hanya sebatas sebagai sampah belaka tanpa tindak lanjut.

“Begini kalau toh pengelolaan sampah itu jelas dan diatur dalam regulasi teknis (perbup-red) pasti unsur manfaatnya luar biasa bagi masyarakat. Misalkan sampah-sampah organik kan bisa dibuat kompos dengan penerapan teknologi tepat guna tetapi sampai sekarang masih sama seperti yang dulu,” tukasnya.

 

Selain itu, hal yang sama juga terjadi pada perda tentang jam belajar maupun baca tulis Al Qur’an yang telah di putuskan pada 2015 lalu, yang seolah hanya ditelan waktu tanpa realisasi.

Anas juga menunjuk dampak perda tang tidak dibarengi dengan terbitnya perbup diantaranya perda perangkat desa hingga akhirnya sampai sekarang masih banyak jabatan perangkat desa yang kosong di Kabupaten Ngawi yang belum terisi.

“Kalau masalah perda tentang perangkat desa itu muncul ke permukaan ketika saya melakukan kegiatan reses bersama tokoh masyarakat se-Kecamatan Paron di Ponpes Nurul Ashar Desa Teguhan asuhan KH. Muqorobin pada 20 Desember 2017 kemarin itu,” ulasnya, seperti dilansir Siaga Indonesia, kemarin.

Anas tidak menampik jika perda yang sudah aplikatif untuk dijalankan memang tidak perlu lagi terbitnya perbup. Artinya, pihak OPD selaku pengguna perda apabila merasa cukup untuk mengimplementasikan di lapangan memang tidak harus diperkuat dengan perbup.

Kecuali, salah satu klausul baik pasal maupun ayat di dalam perda yang menerangkan untuk ditindaklanjuti dengan perbup maka menjadi hal wajib bagi OPD untuk membuat kerangka hukum yang akan diakomodasikan didalam perbup yang di sahkan bupati.

Anas tidak menampik juka untuk membuat perda dibutuhkan waktu, biaya yang tidak sedikit. Juga perlu pemikiran, kajian dari berbagai sumber berupa studi banding dan lain sebagainya sebagai pendukung untuk melengkapi bahan acuan penyusunan perda tersebut.

Sementara menyoroti kebijakan menyangkut pembatasan pupuk bersubsidi, ia mengaku mendengar keresahan para petani terutama tentang aturan pemupukan ideal yang justru dianggap memperberat nasib petani dalam menikmati hasil panen mereka. (Bud/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim