Akhirnya TKW Nur Hatimah Bebas Dari Denda

Akhirnya TKW Nur Hatimah Bebas Dari Denda
TKW Nur Hatimah (kerudung hijau) bersama SBMI Ponorogo dan P4 TKI Madiun sesaat setelah mediasi

TerasJatim.com, Ponorogo -Seakan tiada habis-habisnya masalah yang menimpa para pejuang devisa kita saat berniat mengais rejeki di luar negeri. Mulai dari pemberangkatan, selama bekerja di negeri orang maupun setelah mereka kembali pulang ke tanah air.

Kasus yang menimpa Nur Hatimah berikut ini sungguh lengkap. Dia mendapat masalah sejak proses pemberangkatan ke luar negeri, selama bekerja di sana hingga pulang ke tanah air.

Berikut cerita Nur Hatimah (26) wanita asli Madura yang menikah dengan orang Ponorogo, yang kini menetap di desa Carangrejo Kecamatan Sampung Ponorogo Jawa Timur.

Awalnya, Hatimah direkrut oleh Tika dan Prans, asal Balong Ponorogo, selaku petugas lapangan (PL) PT. Al-Ghoni Haflah Aabadi, pada bulan Februari 2015 silam. Saat itu Hatimah ditawari untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hongkong.

Pada tanggal 28 Februari 2015, Hatimah menjalani medical chek-up pertama dan dinyatakan fit. Pada bulan Mei 2015, Hatimah masuk ke penampungan.

Ketika di dalam penampungan, dia bertanya kapan akan dilakukan medical finger. Pihak PT Al Ghoni mengatakan, bahwa Hatimah un-fit.

Dengan berbagai iming-iming dan rayuan, Hatimah disarankan pindah tujuan ke Singapura. Dia dijanjikan gaji yang tinggi dan potong gaji ringan.

Setelah menjalani pendidikan selama empat bulan pada tanggal 18 September 2015, PT Al-Ghoni meminta Hatimah untuk membuat surat pernyataan tertulis tangan yang isinya menyatakan, bila Hatimah tidak finish kontrak atau pulang sebelum selesai potong gaji, maka dia wajib membayar denda sebesar 21 juta rupiah.

Setelah itu Hatimah diberangkatkan ke Jakarta, dan pada tanggal 21 September 2015 dia diterbangkan ke Singapura.

Sesampai di Singapura, hampir 2 minggu Hatimah menunggu di agen.  Tanggal 2 Oktober 2015, dia di ambil majikan.

Belum genap seminggu bekerja, Hatimah kabur karena sering dipukuli majikan dan di omeli.

Dia kabur ke KBRI namun tanggal 20 Oktober 2015, kembali lagi ke agen karena ingin bekerja lagi. Namun karena paspor ditahan majikan dan majikan tidak mau tanda tangan pindah majikan, maka Hatimah tidak bisa bekerja di majikan lain. Akhirnya dia kabur lagi ke KBRI.

Dengan meminjam handphone temannya, Hatimah menghubungi keluarga di Indonesia dan menceritakan semua masalahnya. Pihak keluarga Hatimah langsung melaporkan kasus ini  ke SBMI DPC Ponorogo.

“Memang benar kami menerima laporan kasus Hatimah dari keluarganya. Kami menghubungi KBRI Singapura pada hari itu juga. Setelah mendapat klarifikasi dari SBMI maka pihak KBRI memfasilitasi Hatimah untuk pulang ke Indonesia. Majikanpun mengemballikan paspor dan semua perlengkapan Hatimah. Tanggal 20 November 2015 Hatimah tiba di tanah air,” jelas Nani Purwaningsih ketua SBMI Ponorogo.

Namun masalah tidak selesai kendati Hatimah sudah tiba di Indonesia.

Tanggal 12 Desember 2015, pihak PT. Al- Ghoni datang ke rumah Hatimah dan menyuruhnya untuk membayar denda sebesar 21 juta rupiah sesuai surat pernyataan yang dibuat Hatimah sebelum berangkat ke Singapura.

Pihak PT. Al-Ghoni mengancam akan melaporkan kasus Hatimah ke polisi bila sampai tanggal 16 Desember 2015, Hatimah belum membayar denda.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, niat Hatimah mencari rejeki ke luar negeri gagal namun sesampai dirumah masih menghadapi ancaman denda yang begitu besar.

“Sebenarnya saya  nggak mau pulang  ke Indonesia mbak. Karena saya tahu pasti akan diuber-uber PT untuk membayar denda. Namun karena saya nggak bisa pindah majikan maka terpaksa saya kabur ke KBRI lagi dan dipulangkan ke Indonesia,” tutur Hatimah memelas.

Pihak SBMI Ponorogo mengadukan kasus Hatimah ke P4TKI Madiun pada tanggal 28 Januari 2016. “Kami akan menindaklanjuti kasus ini dan melaporkannya ke LP3TKI Surabaya, karena kami di sini hanya perwakilan. Untuk langkah selanjutnya akan kami beritahukan via email dan telpon,” ungkap salah satu petugas yang bernama Johan saat menerima laporan dari SBMI Ponorogo.

Proses berlanjut, pihak P4TKI Madiun meminta kelengkapan data Hatimah. Dan pada tanggal 16 Maret P4TKI Madiun mengundang Nur Hatimah, SBMI Ponorogo dan PT.Al-Ghoni Haflah Abadi untuk melakukan mediasi.

Pada awalnya pihak PJTKI tetap ngotot bahwa Hatimah harus membayar denda. Namun berkat perjuangan SBMI Ponorogo yang menyerang balik pihak PJTKI dengan dasar UU no. 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang.

Akhirnya pihak PJTKI  setuju untuk membebaskan Hatimah dari denda 21 juta rupiah dan biaya penempatan sebesar 12 juta rupiah.

Dokumen Hatimah berupa KK, KTP, Surat nikah dan paspor asli diserahkan tanpa dipungut  biaya. Namun dalam kesepakatan tersebut masih ada satu poin yang mengikat Hatimah dengan PT.Al- Ghoni yakni bila sewaktu-waktu dia ingin bekerja ke luar negeri harus melalui PT. Al-Ghoni.

Apabila Hatimah melanggar kesepakatan ini maka dia wajib membayar biaya penempatan sebesar 12 juta rupiah.

“Syukurlah, meski melalui mediasi yang alot namun akhirnya kita bisa memperjuangkan Nur  Hatimah dari denda dan semua dokumen asli bisa kita minta tanpa dipungut biaya. Namun masih ada satu kesepakatan yang mengharuskan Hatimah menggunakan PJTKI yang sama bila ingin ke luar negeri. Tapi nggak apalah, setidaknya dia bebas dari tuntutan denda,” pungkas Nani. (Anny/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim