30% Dana Desa Digunakan Sebagai Upah Pekerja Program Swakelola

30% Dana Desa Digunakan Sebagai Upah Pekerja Program Swakelola

TerasJatim.com – Tujuan adanya Dana Desa (DD) selain untuk memajukan desa, juga untuk memberikan kesempatan masyarakat desa bekerja. Terkait hal itu, dana desa hanya bisa dilakukan dengan cara swakelola.

Pernyataan tersebut diungkapkan Menteri Desa, Pembangungan Daerah Tertinggal, dan Transportasi (Kemendes PDTT), Eko Sandjojo usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (03/11) kemarin.

“Namun kenyataannya masih ada program-program dana desa yang yang dilakukan tidak dengan swakelola tetapi dengan kontraktor. Itu karena ada kendala regulasi misalnya diperaturan LKPP yang menyaratkan pekerjaan yang kompleks dan di atas 200 juta itu tidak boleh dilakukan secara swakelola,” ujar Eko.

Menurut Eko, dalam Ratas tersebut telah disepakati bahwa minimal 30% dari dana desa itu dipakai untuk membayar upah pekerja yang mengerjakan program-program swakelola. Ia juga menambahkan  beberapa peraturan, seperti yang menyaratkan 90% dari dana desa yang cair di desa baru bisa cair itu dilonggarkan.

“Yang penting kalau sudah ada 50% dan itu sesuai, desa-desa yang akan mencairkan itu sudah bisa mencairkan dana desa. Jadi enggak harus menunggu 90%. Misalnya sudah 85% selesai, tapi 5 % belum selesai jadi yang 85% enggak bisa cair kan terhambat. Itu juga akan diperbaiki,” kata Mendes PDTT.

Sementara untuk Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), menurut Eko, ada beberapa komoditi yang sebetulnya market-nya sudah ada namun pada kenyataannya sekarang masih impor, semisal jagung. Padahal untuk komoditi ini masih berpotensi ekspor ke Malaysia dan Filipina sebesar 5 juta ton.

“5 juta ton jagung itu kan bisa menciptakan 500.000 hektar lahan baru yang bisa mempekerjakan kira-kira 5 juta job juga. Dengan model itu kerja sama dengan pemerintah kabupaten, Pemerintah memberikan insentif kepada masyarakat desa berupa bibit, pupuk, traktor, atau mungkin jembatan dan hal lain yang dibutuhkan. Kita bisa ajak dunia usaha dan perbankan untuk pasca panennya jadi kita bisa ekspor,” tambah Eko.

Lebih lanjut, Eko menyampaikan bahwa komoditi seperti gula juga bisa dibuat model Prukades yang akan menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan. Begitu pun halnya, dengan garam yang masih ada sekitar 3 juta dan itu bisa menghasilkan 300-500 ribu kesempatan pekerjaan.

“Jadi 3 komoditi saja kalau kita fokus kita kerjakan dengan model Prukades ini bisa menciptakan lebih dari 10 juta job,” ujar Eko meyakinkan.

Penciptaan-penciptaan lapangan kerja ini, menurut Eko, yang akan difokuskan dan dikawal langsung oleh Presiden sehingga diharapkan lebih efektif. “Dan mungkin tahun depan, Bapak presiden tidak lagi kunjungan infratsruktur lagi tapi ke program-program padat karya,” tambah Eko.

Mengenai pemberian upah harian bagi pekerja, Eko menjelaskan, tetap harus ada unsur swadaya dari masyarakat, namun masyarakat benar-benar bekerja dan digaji sehingga mereka punya income serta bisa meningkatkan daya beli.

“Jadi kalau 30% dari dana desa dipakai untuk membayar upah, upahnya bukan yang kerja asal-asalan tapi kerja yang ada hasilnya juga, itu artinya ada 18 triliun kan. Dan 18 triliun uang yang diterima masyarakat desa di seluruh Indonesia itu paling sedikit akan menciptakan daya beli dikali 5,” jelas Eko seraya menyampaikan bahwa hal itu berarti hampir 100 triliun daya beli di desa.

Mengenai upah, menurut Eko, pemerintah menetapkan besaran upah pekerja swakelola yang menggunakan dana desa sebesar 80% dari upah minimum provinsi (UMP) masing-masing.

Langkah tersebut diambil agar warga desa yang sudah bekerja tidak beralih pekerjaan. Selain itu, program ini ditujukan bagi pekerja yang minim kemampuan dan berada dalam usia non-produktif. Hal ini bertujuan agar program ini benar-benar dapat menciptakan lapangan kerja baru, bukan memindahkan pekerjaan warga desa.

“Kalau di atas UMP, akan banyak yang menjadi pekerja dana desa. Nah, jangan sampai orang yang punya skilll karena gajinya lebih gede jadi pindah pekerjaan. Sementara orang yang nggak punya skill jadi nggak bekerja karena nggak ada pekerjaan,” pungkas Eko. (Her/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim