Terbukti Menerima Suap, Bupati Mojokerto Nonaktif Divonis 8 Tahun Penjara
TerasJatim.com, Surabaya – Bupati Mojokerto nonaktif, Mustofa Kemal Pasha, akhirnya harus berlama-lama tinggal dalam jeruji besi. Hal ini diketahui, setelah Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memberi hukuman kepadanya dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Mustofa terbukti korupsi dalam bentuk menerima gratifikasi atau suap terkait pengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang dan Izin mendirikan bangunan (IMB) atas Pembangunan Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.
“Mengadili, menghukum terdakwa Mustofa Kemal Pasha dengan pidana penjara selama Delapan tahun, denda 500 juta rupiah dan sesuai ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan,” ucap ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan, saat membacakan amar putusannya di ruang sidang Cakra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (21/01/19).
Dalam amar putusan tersebut, Mustofa juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2. 250.000 (dua miliar, dua ratus lima puluh juta). Uang pengganti itu merupakan hasil suap yang diterimanya dari Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya dan Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) Ockyanto.
Menurut majelis hakim, apabila uang pengganti tidak dibayar, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Dalam pertimbangan amar putusan, majelis hakim tidak menemukan alasan pembenar yang dapat menghapus perbuatan Mustofa. Sikap berbelit-belit juga menjadi pertimbangan memberatkan vonis terhadap dirinya. Sedangkan pertimbangan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum
Mustofa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
“Selaku Bupati, terdakwa Mustofa Kemal Pasha tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata hakim Andriano.
Tak hanya itu, majelis hakim juga tidak sependapat dengan pembelaan tim penasehat hukum terdakwa dan menerima sepenuhnya surat dakwaan Jaksa KPK.
“Oleh karenanya terdakwa haruslah dihukum setimpal atas perbuatannya,” ujar hakim Andriano di akhir pembacaan pertimbangan hukum kasus suap ini.
Atas vonis hakim ini, terdakwa Mustofa melalui tim penasehat hukumnya menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan sikap jaksa KPK, Mukti Nur Irawan.
Vonis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yang meminta agar Mustofa dihukum 12 tahun penjara.
Baca juga: http://www.terasjatim.com/terkait-kasus-dugaan-suap-bupati-mojokerto-kpk-tahan-mantan-wabup-malang/
Sekadar diketahui, Kasus ini bermula dari penyidikan yang dilakukan KPK atas gratifikasi atau suap terkait pengeluaran izin prinsip pemanfaatan ruang (IPPR) dan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi tower telekomunikasi yang sudah berdiri di Kabupaten Mojokerto.
Uang suap tersebut didapat dari dua orang pemberi, yakni, Ockyanto, Permit And Regulatory Devision Head PT Tower bersama Infrastructury atau tower bersama grup (TBG) dan Onggo Wijaya, Direktur Operasional PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) yang diberikan melalui sejumlah perantara.
Ockyanto memberikan suap senilai Rp 2,2 milliar. Ia memiliki kepentingan agar 11 tower telekomunikasi yang sudah beroperasi di bawah naungannya segera dikeluarkan izin IPPR dan IMB. Sedangkan, Onggo Wijaya memberi suap senilai Rp550 juta. Onggo juga memiliki kepentingan yang sama agar jumlah sebanyak 11 tower yang disegel karena tidak memiliki izin itu segera dikeluarkan izinnya.
Selanjutnya, Mustofa memerintahkan Kepala Badan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Mojokerto, Bambang Wahyudi dan selanjutnya menginstruksikan jika ada pengurusan izin dikenakan fee yang diminta terdakwa sebesar Rp200 juta untuk setiap towernya.Penyerahan uang suap tersebut diserahkan pemberi suap ke Bambang Wahyudi dan selanjutnya diserahkan ke ajudan Mustofa bernama Lutfi Arif Mutaqin. (Kta/Red/TJ/aji-RMOLjatim)