Kecolongan Vaksin Abal-Abal Selama 13 Tahun

Kecolongan Vaksin Abal-Abal Selama 13 Tahun

TerasJatim.com – Karena saking banyaknya issu yang menjadi trending topik di media, beberapa hari terakhir saya lumayan bingung mau nulis apa.

Selain musibah banjir dan tanah longsor di Purworejo dan daerah sekitar, perkara RS sumber Waras dan Pilkada DKI, ada juga kasus OTT (operasi tangkap tangan) yang dilakukan oleh KPK terhadap sejumlah pejabat di pengadilan dan terakhir anggota DPR Komisi III, juga lumayan menyedot perhatian.

Namun, kayaknya yang pas untuk pembaca TerasJatim adalah hebohnya kasus vaksin palsu.

Belakangan, publik di republik ini terguncang dengan mencuatnya kasus vaksin palsu. Tak tanggung-tanggung, menurut hasil ekspose pihak kepolisian, kejahatan ini sudah berjalan sejak tahun 2003 silam. Waktu 13 tahun bukanlah waktu yang singkat. Selama itu, berapa banyak bayi-bayi di republik ini yang mendapatkan vaksin dengan kualitas KW dan mungkin masuk dalam kategori ‘abal-abal’.

Sebagai orang awam, vaksin yang saya pahami adalah sebuah produk kesehatan yang berfungsi untuk melindungi dari berbagai penyakit, termasuk penyakit polio, tetanus, dipteri, campak dan lain-lain.

Namun selama 13 tahun bayi-bayi kita diberikan vaksin KW dan abal-abal, yang bisa jadi gak berguna sama sekali atau bahkan malahan dapat membahayakan kesehatan mereka.

Paling tidak, karena vaksin abal-abal,  membuat bayi-bayi kita tak mendapatkan proteksi dari bibit-bibit penyakit. Para balita itu seharusnya berhak mendapatkan vaksin sesuai dengan kebutuhan akan pertumbuhan mereka.

Parahnya lagi, pasangan suami istri tersangka pelaku pembuat vaksin palsu ini, selama sekian tahun dapat meraup keuntungan paling tidak milyaran rupiah. Tak heran memang, jika foto-foto mereka yang beredar di dunia maya menggambarkan kondisi ekonomi mereka yang sudah menjadi orang tajir dan kaya raya. Dengan back ground rumah dan mobil mewah, selama 13 tahun mereka mengibuli jutaan orang tua bayi di beberapa daerah di tanah air dengan memproduksi vaksin abal-abal.

Pemerintah sudah bersikap. Disampaikan sendiri oleh Presiden Joko Widodo, pemerintah sudah menyatakan bahwa kasus vaksin palsu ini sebagai kejahatan luar biasa. Sama halnya dengan kejahatan korupsi, narkoba dan terorisme. Presiden sudah memerintahkan Kapolri dan Menteri Kesehatan untuk mengusut tuntas sampai ke akarnya.

Pihak Bareskrim Mabes Polri saat ini sedang melakukan penyelidikan tentang  di mana dan oleh siapa lagi vaksin\-vaksin palsu ini diproduksi dan diedarkan. Saat saya menulis tulisan ini, Mabes Polri merilis telah menangkap 17 pelaku komplotan pembuat dan pengedar vaksin ini.

Untuk sementara, langkah Menteri Kesehatan yang menggratiskan masyarakat untuk melakukan vaksin ulang apabila balita itu diindikasi tervaksin oleh vaksin palsu, patut untuk diapresiasi.

Namun bisa jadi yang harus dipertanyakan adalah selama 13 tahun belakangan ini, apa peran Kementrian Kesehatan dan Badan POM sehingga bisa kecolongan selama ini.

Kementrian Kesehatan dan Badan POM seharusnyai memperketat peredaran segala jenis obat-obatan termasuk vaksin yang beredar di masyarakat, karena peredaran obat-obatan ini menentukan tingkat kesehatan masyarakat.

Setiap peredaran obat-obatan tentu ditujukan untuk sebuah tujuan yang mulia untuk memastikan tingkat kesehatan masyarakat agar tetap terjaga. Lalu, kalau otoritas kesehatan dan pengawasnya sampai kecolongan selama 13 tahun, rasanya wajar dong kalau publik bertanya tentang  kinerja mereka.

Selama ini ente laopo wae bos?

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim