Hampir 4.000 Ijin Tambang Bermasalah

Hampir 4.000 Ijin Tambang Bermasalah

TerasJatim.com  – Menurut hasil Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) beberapa waktu lalu, Indonesia tercatat menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang.

Selain itu, dari potensi bahan galian batubara, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga, peringkat ke-6 untuk produksi emas.

Artinya, dalam dunia pertambangan, Indonesia memiliki potensi  yang sangat luar biasa.  Namun ironisnya, dalam hal iklim investasi, Indonesia dikabarkan menduduki peringkat paling buncit.

Indonesia yang dikenal sebagai negara kaya akan sumber daya alamnya, yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Namun selama ini yang terjadi, terkesan hanya menjadi perahan segelintir orang untuk mengeruk apa yang ada dalam bumi pertiwi ini.

Tak heran, karena disinyalir adanya banyak praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang sering terjadi di dunia pertambangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan langsung untuk menelaah sejauh mana proses pengeluaran ijin tambang yang selama ini terkesan diobral, oleh beberapa pihak dan pejabat berwenang di daerah masing-masing.

Sudah bukan rahasia lagi, kasus pertambangan yang akhirnya menimbulkan masalah di kemudian hari, biasanya diawali dengan pemberian ijin tambang tanpa melalui proses yang seharusnya. Bahasa sederhananya TST (tahu sama tahu), antara pengusaha dan pejabat yang terkait dan berwenang mengeluarkan rekomendasi perijinan.

Maka tak heran, jika kemarin (Senin, 15/02) telah disampaikan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap bidang mineral dan batubara terhadap 12 provinsi, hasilnya, telah ditemukan 3.966 pemegang izin tambang yang bermasalah.

KPK awalnya telah melakukan monitoring dan disampaikan ada lebih dari 5.000 izin usaha pertambangan, sementara diidentifikasi, 3.966 izin usaha tambang masih bermasalah.

Terkait hal tersebut, Senin kemarin (15/02), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Dalam Negeri dan Menteri ESDM serta 21 Gubernur yang mempunyai kekayaan alam berupa tambang minerba, mengadakan rapat koordinasi persamaan pandangan terkait banyaknya ijin tambang yang dianggap bermasalah.

Sebab terkait banyaknya izin yang dianggap bermasalah, hal itu seolah mengindikasikan adanya permasalahan dalam penerbitan izin pertambangan tersebut.

Dalam pertemuan itu, ada 7 hal yang menjadi sasaran intervensi KPK. 7 poin tersebut diantaranya, penetapan izin pertambangan, pelaksanaan kewajiban keuangan, pelaksanaan pengawasan produksi, pelaksaanan kewajiban pengolahan, dan pelaksanaan pengawasan penjualan dan pengangkutan.

Namun demikian, untuk sementara KPK hanya akan melakukan monitoring terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan hukum. KPK baru akan bergerak, ketika ditemukan indikasi korupsi dalam proses perizinan tambang tersebut.

Menyikapi hal tersebut, Kementerian ESDM mengancam bakal menertibkan industri tambang yang belum berstatus clean and clear (CnC), termasuk dengan 3.966 IUP (Izin Usaha Pertambangan) bermasalah yang dibidik. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memaparkan, target penyelesaian itu, akan dirampungkan pada 12 Mei 2016. Tindak lanjut koordinasi dan supervisi yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini akan terus dioptimalkan.

Menteri Sudirman menjelaskan, penyelesaian yang dimaksud, bisa saja berupa pencabutan IUP, atau pemberian status CnC. Semuanya bergantung rekonsiliasi yang dilakukan Gubernur sebagai kepala daerah yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab lebih atas sumber daya alam di provinsi yang dipimpinnya.

Pasalnya, Gubernur sebagai Kepala Daerah sudah diberi kewenangan dan pedoman penataan IUP, hal ini menurut Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 43/2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penertiban Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Permen 43 itu landasan bagi para Gubernur untuk melakukan penertiban IUP.

Kalau memang temuan ini benar adanya, hal inilah yang selama ini menjadi masalah atas carut marutnya di dunia pertambangan kita.

Melihat data tersebut, publik mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang turun tangan langsung untuk menelaah sejauh mana proses pengeluaran ijin tambang yang selama ini terkesan di obral oleh oknum pejabat yang mempunyai wewenang di daerah, yang tak jarang dilakukan dengan tanpa melalui proses yang seharusnya.

Tentu kita berharap, dengan dasar Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2013 tentang Tata Cara Pemberian Izin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan kewenangan bagi gubernur untuk melakukan penertiban.

Pada pasal 8 ayat 4 huruf (b) disebutkan bahwa IUP dikeluarkan oleh Gubernur apabila mineral dan/atau batubara yang tergali dalam satu daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 12 mil, menggantikan kewenangan yang tadinya dimiliki oleh bupati/wali kota dalam peraturan sebelumnya.

Dengan payung dan dasar hukum yang sudah dimiliki, tak salah jika masyarakat kini berharap terhadap tindakan tegas Gubernur untuk mengevaluasi dan menindak semua perijinan tambang minerba di wilayahnya, yang dianggap sarat akan penyimpangan. (Redaksi TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim