Dingin-Dingin Empuk

Dingin-Dingin Empuk

TerasJatim.com, – Saya lumayan lama tidak pernah melihat tayangan sepak bola nasional di televisi. Tapi tidak dengan sore hari ini (10/10). Saat  saya pindah-pindah channel kebetulan ada siaran langsung dari Bandung, leg ke 2 babak semifinal piala presiden. Saya lumayan telat, saat itu skor sudah 3-1 untuk tuan rumah Persib. Sepintas saya mengamati permainan dari Persib dan Mitra Kukar. Kesan saya, permainannya enak buat tontonan. Tapi, yang membuat saya  tertarik ingin menulis kali ini bukan karena dari sisi tehnis permainan dan hasil akhir, namun dari segi “kehebohan” penontonnya.

Saat kamera tv disorotkan ke tribun penonton, saya merasa bahwa sepak bola nasional sudah “hidup” kembali. Saya melihat penuhnya tribun dan antusiasnya penonton. Itu semua bisa jadi menggambarkan, bahwa mereka kangen dengan hingar bingarnya suasana stadion, saat  tim kesayangannya sedang turun bertanding. Padahal kita semua tahu, bagaimana status persepak bolaan kita di mata otoritas bola dunia hingga saat ini. Kita sudah disuspend oleh FIFA, dan hingga kini keputusan itu belum dicabut. Mereka tidak mengakui keberadaan dan segala aktifitas bola kita. Kita dikucilkan dari peradaban bola internasional. Begitu juga  status pengurus PSSI sekarang. PSSI dianggap pemerintah tidak ada dan tidak mempunyai kewenangan untuk menghandled perhelatan bola.

Dari gonjang-ganjing tersebut, saya melihat riuhnya penonton di stadion Si Jalak Harupat Bandung tetap dinamis. Tidak ada rasa kegelisahan di wajah mereka. Penonton dan supporter tidak memperdulikan bahwa pertandingan yang mereka saksikan tidak diakui oleh FIFA.
Artinya, siapapun operatornya, mau PSSI atau bukan, mau diakui FIFA atau tidak, mau bicara statuta atau mau nyanyi tatu-tatu, aku cayang ibu, sepak bola tetap sebagai hiburan bagi mayoritas rakyat kita. Only games and entertainment.

Rakyat tidak memperdulikan hal-hal yang prinsipil. Buat rakyat, ada tim kesayangannya main, dia bisa datang dan bisa hore-hore, itu sudah cukup. Mereka tidak pernah melihat bobot dan kualitas sebuah pertandingan bola. Sebab jika rakyat peduli dengan bobot dan kualitas, mereka pasti tidak mau susah-susah datang dan beli tiket untuk masuk ke stadion. Mereka cukup di rumah, buka channel fox sport atau bein sport, mereka bisa lihat kompetisi yang menyuguhkan bobot dan kualitas dari liga-liga eropa.

Saya melihat ada sebuah pergeseran dari masyarakat bola sekarang. Buat mereka bola sekarang adalah hiburan semata. Selama perhelatan bola di piala presiden ini, saya belum mendengar ada kisruh pengaturan skor, suap dan mafia, seperti halnya di kompetisi-kompetisi yang lalu, yang masih dibawah naungan statuta PSSI dan FIFA. Malahan yang saya dengar, perhelatan yang digagas oleh tim transisi bentukan Menpora ini, dari sisi bisnis dan sponsor termasuk dari hak siar televisi, konon lebih mempunya nilai jual. Pra dan pasca pertandingan juga relatif lebih tentram, tidak terdengar ada tuding-tudingan.

Bisa jadi semua ini, karena sudah semakin matang dan dewasanya penikmat bola termasuk supporternya. Stadion sekarang bukan hanya diisi oleh kaum pria yang dewasa saja. Tapi kita sudah bisa lihat banyaknya kaum wanita dan anak-anak yang sekarang merasa enjoy dengan atosnya bangku stadion. Mungkin karena selama ini mereka sudah merasa capek dengan semua kegaduhan tentang sepak bola dan segala permasalahannya.

Kita tentu berharap, di negeri ini segera ada otoritas resmi yang menangani bola. Kita tentu senang, jika perhelatan sepak bola kita diakui dunia. Tentu kita berharap, segera ada langkah yang kongkret dari semua pihak termasuk pemerintah, untuk bersama-sama menjadikan sepak bola sebagai industri olahraga yang menghibur, sehat dan jauh dari sebuah kepentingan, selain kepentingan sport yang sportif.

Bola itu bundar dan mudah bergeser dengan cara menggelinding. Bisa jadi, pergeseran dan gelindingnya bola, membawa virus kebaikan dan kedewasaan untuk masyarakat bola kita.

Dulu kita selalu takut dan gelisah dengan ancaman kalimat “statuta”. Sekarang kita bisa merasakan bagaimana selera masing-masing tentang rasa  statuta. Buat saya, itu semua tergantung kepentingannya. Ada yang bilang jika statuta itu “pahit”, di sisi lain malah merasakan statuta itu “manis”. Karena saya tidak punya kepentingan tentang bola, maka buat saya, statuta itu “dingin-dingin empuk“.

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim