Cari Pasangan Hidup Melalui Tradisi Geredoan

Cari Pasangan Hidup Melalui Tradisi Geredoan
ilustrasi

TerasJatim.com, Banyuwangi – Tradisi yang dilakukan warga Dusun Kejoyo, Desa Tambong, Kecamatan Kabat, Banyuwangi ini, terbilang unik. Pasalnya, untuk memberikan peluang bagi muda-mudi yang masih  jomblo, masyarakat setempat menggelar tradisi Geredoan.

Tradisi ini hanya digelar setahun sekali tepatnya pada bulan Maulid, yang sekaligus untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Acara diawali dengan petasan dan kembang api yang dilanjutkan atraksi tongkat api. Selain itu juga dimeriahkan pawai gamelan, dan tari khas tradisional Banyuwangi. Bahkan untuk lebih semaraknya acara ini, para penonton diperkenankan untuk ikut  turun ke jalan dan menari.

Geredo, merupakan bahasa tradisional warga suku Using, dalam bahasa masyarakat Banyuwangi, yang berarti menggoda.

Karena itu tidak heran, jika dalam tradisi tersebut mereka bebas saling menggoda, untuk menarik simpati calon pasangannya, namun tetap  tidak melanggar norma yang ada.

Sejumlah pemuda, khususnya yang belum memiliki pasangan,bisa saling berkenalan dengan gadis dari desa setempat. Mereka diberi kesempatan untuk bercengkrama di ruang tamu, sementara para orang tua duduk di depan rumah.

Jika mereka merasa cocok, maka hubungan akan dilanjutkan hingga ke pelaminan.

gredoan1

Adi Riyanto, salah satu pemuda yang datang ke tradisi tersebut mengatakan, pada momen langkah seperti ini, dirinya memberanikan diri berkenalan dengan seorang gadis asal desa setempat. “Mudah-mudahan saja , perkenalan ini berlanjut ke pernikahan mas. Minta doanya,” ujarnya dengan mimik serius.

Sementara itu, Agus Hermawan, salah satu tokoh adat setempat, kepada TerasJatim.com mengatakan, tradisi Geredoan sudah menjadi tradisi yang lama berlangsung sejak nenek moyang mereka. Tujuannya untuk mencari jodoh dan pendamping dalam hidup.

Bahkan pasca digelarnya tradisi ini, bisa dipastikan desa setempat akan ramai dengan acara pernikahan. “Setiap tahunnya ada enam hingga tujuh pernikahan,” jelasnya.

Agus juga menceritakan, pada jaman dulu, muda-mudi hanya bisa melihat dari kejauhan. Jika memiliki ketertarikan, sang pria harus memasukkan sebatang lidi di sela-sela dinding rumah yang saat itu terbuat dari anyaman bambu. Jika sang gadis menerima cintanya, maka dia harus menarik batang lidi tersebut.

Namun, seiring perkembangan jaman, cara tersebut sudah mulai ditinggalkan lantaran saat ini dinding rumah warga setempat tidak lagi menggunakan anyaman bambu, namun kebanyakan sudah terbuat dari batu bata yang di semen, sehingga tidak ada lagi tempat untuk memasukkan lidi. (Irh/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim