Cara Lama Korupsi Berjamaah Komisi Lima

Cara Lama Korupsi Berjamaah Komisi Lima

TerasJatim.com -Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap politisi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti (yang sekarang dinon-aktifkan), telah menjadi pintu masuk adanya dugaan korupsi berjamaah yang dilakukan oleh para pejabat negara dan sebagian politisi anggota Komisi V DPR RI di proyek Kemenpupera. Benarkah ini Korupsi berjamaah ?

Awalnya, pada Januari 2016 menjadi momen apes bagi Damayanti Wisnu Putranti. Dia tertangkap tangan sedang melakukan transaksi suap dari pihak swasta yang melibatkan Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (rekanan proyek).

Rupanya, suap ini terkait sebuah proyek jalan yang akan digarap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpurea) di Maluku.

Kasus ini menjadi tambah ironis, ketika pemerintah tengah gencar melakukan pembangunan infrastruktur di kawasan Indonesia Timur, namun niat tersebut justru di korupsi oleh politisi yang nota bene partai pengusung dan pendukung pemerintah itu sendiri.

Seiring berjalannya waktu, pengusutan kasus tersebut seperti halnya syair lagu Bengawan Solo, yang mengalir sampai jauh.

Dalam pemeriksaan baik di KPK maupun di persidangan, banyak fakta terungkap. Ternyata, Damayanti tidak bermain seorang diri, namun beramai-ramai atau berjamaah.

Sejumlah anggota Komisi V DPR disebut ikut terlibat, bahkan tak cuma dalam proyek ini saja. Komisi V DPR diketahui sudah terbiasa membagi-bagi fee dalam setiap proyek infrastruktur yang sedang dibahas di DPR.

Damayanti menyebutkan, nominal jatah (fee) yang telah ditentukan tersebut berdasarkan kesepakatan Komisi V DPR dan Kementerian PU-Pera. Penentuan nominalnya pun sudah ditentukan besarnya jatah yang berbeda-beda, dan tergantung dari tingkatannya.

Setidaknya, anggota dewan yang terhormat tersebut mendapat gelontoran fulus komisi makelaran sebesar 6 persen dari total nilai proyek tersebut. Gila juga ya?

“Nilai nominalnya itu merupakan hasil nego antara pimpinan Komisi V dan Kementerian PU-Pera. Sehingga masing-masing anggota dapat jatah maksimal Rp 50 (miliar total proyek), kapoksi (kepala kelompok fraksi) maksimal Rp 100 (miliar total proyek), untuk pimpinan saya kurang tahu,” kata wanita manis ini, saat bersaksi untuk terdakwa bos rekanannya, Abdul Khoir, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.

Nyanyian Damayanti pun menjadi kenyataan. Satu per satu anggota Komisi V DPR ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Setelah Damayanti, Politikus Golkar Budi Supriyanto dan Politikus PAN Andi Taufan Tiro yang juga anggota Komisi V DPR ditetapkan tersangka oleh KPK karena diduga menerima suap. Selain itu, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Amran Hi Mustary juga resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Rasanya, saya kok punya feeling bakal ada lagi nama-nama yang terhormat  dari komisi V DPR yang akan menyusul kolega mereka memakai rompi oranye ciri khas tahanan KPK.

Saya pernah membaca sebuah tulisan yang lumayan ‘ringan’ tentang political decay yang masih tumbuh subur di republik ini.

Dalam tulisan itu disebutkan bahwa pembusukan politik merupakan persoalan kompleks yang bernuansa patologis dalam dinamika kehidupan bernegara. Hal ini dipicu rapuhnya institusi demokrasi yang kabarnya masih banyak dikuasai oleh sekelompok banalitas politikus.

Secara prinsip, institusi demokrasi merupakan fundamen dasar bagi tegaknya kemaslahatan sosial dan kebajikan hidup umat manusia. Bila political decay dapat dicegah, maka institusi demokrasi dalam spektrum negara niscaya berada dalam derajat kebajikan jauh lebih superlatif berhadapan dengan segala bentuk disorder dalam spektrum kehidupan masyarakat.

Realitas sosial akan krisis moral di ruang publik adalah penyebab paling menentukan timbulnya pembusukan politik. Tatkala institusi demokrasi gagal mengatasi dua hal tersebut, otomatis berlangsung hitungan mundur bagi tercetusnya pembusukan politik dalam skala yang sungguh mengejutkan.

Namun sayangnya publik tak merasa terkejut lagi jika mereka mendengar ada beberapa pejabat negara yang nota bene politisi membuat kegaduhan dengan tersangkut kasus korupsi. Justru bisa jadi publik menganggap korupsi yang mereka lakukan adalah sudah ketinggalan jaman dan memakai cara kuno yang belum canggih.

Buktinya mereka masih bisa tertangkap ? hehehe

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim