Budaya Malu, Yang Malu-Maluin

Budaya Malu, Yang Malu-Maluin
ilustrasi

TerasJatim.com – Ramai-ramai tentang desakan mundur bagi pejabat Indonesia yang dianggap oleh publik karena telah melakukan sebuah “kesalahan”, hingga kini masih terdengar ramai dan semakin nyaring. Sayangnya, tradisi mundurnya seorang pejabat, belum menjadi tradisi dan budaya di negeri ini.

Hal ini berbanding terbalik dengan paham budaya malu yang dianut oleh sebagian negara-negara yang sudah bisa dikategorikan sebaga negara maju. Peristiwa mundur dari jabatan publik dan atas kesadaran sendiri tanpa diminta dan didesak, merupakan hal yang wajar dan itu sudah acap kali terjadi di beberapa negara.

Pada  awal Februari 2002, Perdana Menteri Rumania, Emil Boc, resmi mengundurkan diri dari jabatannya akibat ketidakmampuannya dalam mengatasi ketegangan sosial politik yang saat itu tengah berlangsung di negaranya. Perdana Menteri Yunani juga demikian, akhir  2011 ia dengan gentle mengumumkan mundur, lantaran merasa tidak mampu mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di negaranya. Begitu juga dengan Perdana Menteri Jepang, pada Juni 2010 lalu ia mundur karena ia merasa tidak mampu memenuhi janji-janji kampanye politiknya.

Sebaliknya, di Indonesia ini, yang konon dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi adat dan budaya, nyatanya jarang sekali ada pejabat publik yang sudah menjadi topik pembicaraan umum karena sebuah “cacat”, buru-buru atas kemauan dan kesadaran sendiri segera berpamitan untuk mundur.

Justru dengan segala alasan penguatnya, mereka masih tetap ndablek bercokol di kursinya dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dengan segala cara dan alibi,  dia ingin tetap mempertahankan posisinya. Malah terkesan sebagian dari pejabat publik kita, yang sedang di cap “merah” oleh publik,  sepertinya sudah kehilangan rasa malu. Walaupun sudah terindikasi kuat korupsi atau menjadi pelaku mafia, dan sudah diketahui serta dibuat sebagai bahan cemooh-an publik.

Pasal nya, selama ini, banyak pejabat negara yang selalu berlindung di balik jabatannya. Bahkan, sering kita mendengar ada petinggi yang menyerahkan keputusan mundur atau tidaknya itu kepada atasan yang telah mengangkatnya. Atau, ada juga yang menjadikan “asas praduga tak bersalah” sebagai tameng untuk bertahan dalam jabatannya. Mereka kebanyakan tidak peduli dengan semua itu, dan selalu berlindung pada kalimat  yang sangat sederhana, “hukum kita menganut praduga tak bersalah, sehingga mereka tidak perlu mengundurkan diri sebelum ada putusan hukum yang bersifat tetap. Nah lho…Hehehe

Kelompok ini selalu mendasarkan diri pada aturan hukum yang ada, dan selalu menyatakan, sebelum ada putusan tetap dari Pengadilan, jabatan publik itu masih layak untuk dipegang nya. Sementara kita semua tahu bahwa proses hukum tidak berjalan cepat, dan kadang cenderung sangat lambat. Terlebih jika yang menjadi target adalah para pejabat. Tentu, tanpa mengecilkan peran para penegak hukum kita, pejabat yang sudah masuk radar dan target operasi untuk diperiksa, sibuk kesana-kemari untuk mencari berbagai macam sandaran kekuatan untuk membentengi dirinya dari jangkauan hukum.

Memang di saat jaman Presiden-nya Pak SBY, kita sempat melihat ada beberapa menterinya yang mundur. Tapi itu semua karena terpaksa dan bukan dari niatan awal. Sebab saat itu, mereka memang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus korupsi di masing-masing kementrian yang mereka pimpin.

Budaya “tak punya dan tak tahu malu” ini, dianggap masyarakat sebagai ajang pembiaran bagi pejabat korup, untuk tetap eksis pada posisinya. Dan hal ini terkesan, justru memberikan ruang yang cukup leluasa bergerak bagi pejabat hitam, untuk mencari celah agar dirinya selamat.

Di era keterbukaan informasi seperti sekarang, buat saya dan mungkin buat siapa saja, hal ini sebenarnya dapat berimplikasi negatif terhadap moralitas dan tatanan pengelolahan negeri ini. Apalagi masyarakat bangsa ini dirkenal sebagai masyarakat yang selalu bersandar pada moralitas dan nilai-nilai budaya serta agama.

Tentu tidak elok rasanya, kalau kita mempunya tradisi dan budaya malu, namun sering diperlihatkan tontonan yang “maulu-maluin“.

Salam Kaji Taufan

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim