19 Bangunan di Kota Madiun Jadi Cagar Budaya

19 Bangunan di Kota Madiun Jadi Cagar Budaya

TerasJatim.com, Madiun – Pemprov Jatim merekomendasikan 19 bangunan kuno di Kota Madiun sebagai bangunan cagar budaya.

Kasi Pembinaan Sejarah, Nilai-Nilai Tradisional, dan Cagar Budaya Disbudparpora Kota Madiun, Sumiati, mengatakan, rekomendasi terkait usulan 19 bangunan cagar budaya di Kota Madiun sudah turun awal Juli 2018 lalu, yang kesemuanya mendapatkan persetujuan dari Pemprov Jatim.

Bangunan cagar budaya itu antara lain bangunan Balai Kota Madiun, SDN 01 Kartoharjo, SDN 02 Kartoharjo, Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Gamaliel, Gereja Santo Cornelius, Gereja Santo Bernardus, Bakorwil, rumah kapiten Cina, SDN 05 Madiun Lor, SMPN 1 Kota Madiun, SMPN 3 Kota Madiun, SMPN 13 Kota Madiun, Stasiun Madiun, Komplek Klenteng, Pabrik Gula Redjo Agung dan rumah dinasnya, menara air Sleko, ruma Andi Wibisono, dan SMAN 1 Kota Madiun.

Setelah rekomendasi ini terun, selanjutnya Pemkot Madiun akan membuat SK Wali Kota mengenai benda cagar budaya ini. “SK ini wajib melalui evaluasi bagiam hukum terlebih dahulu sebelum ke meja wali kota,” katanya.

Dia menuturkan, pembuatan SK ini juga membutuhkan waktu karena bangunan cagar budaya yang diusulkan cukup banyak. Selain itu, ada satu bangunan yang masih bermasalah mengenai kepemililan yaitu rumah Andi Wibisono di Jl. Kutai. Permasalahan ini terkait sengketa di antara keluarga pemilik.

“Kemungkinan besar hanya 18 bangunan yang akan mendapatkan SK. Tetapi ini masih menunggu perkembangan dari keluarga pemilik,” jelasnya.

Menurut dia, pemberian status cagar budata tidak bisa sembarangan, dan harus melalui persetujuan dari pemilik, terutama apabila bangunan itu milik pribadi.

Sumiati menyampaikan cagar budaya ini bukan hanya status, melainkan ada hak dan kewajiban yang melekat setelahnya. Pemilik bangunan akan mendapat reward dari pemerintah yang biasanya berupa anggaran perawatan hingga pembebasan pajak tahunan.

Dengan status cagar budaya, pemilik tidak boleh sembarangan mengubah bentuk bangunan mulai menambah maupun mengurangi. Apabila ada perubahan harus melalui rekomendasi tim ahli. Pemilik harus melapor terlebih dahulu hingga mendapatkan persetujuan.

“Pada prinsipnya boleh mengubah. Tetapi prosesnya menjadi sedikit agak panjang dan belum tentu disetujui, pemilik juga wajib terbuka kepada masyarakat yang ingin melihat atau belajar. mengenai bangunan bersejarah, namun dengan alasan yang wajar dan bisa diterima,” tukasnya. (Jnr/Bud/Kta/Red/TJ)

Subscribe

Terimakasih Telah Berlangganan Berita Teras Jatim